PUSING tingkat akut kini tengah mendera Pemerintahan Jokowi dan Persatuan Sepakbola Indonesia (PSSI). Gelombang penolakan terus bertubi-tubi atas rencana Timnas Israel tampil dalam ajang Piala Dunia U20 di Indonesia.
Kini PSSI melempar masalah ke Kementerian Luar Negeri. Jelas Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, jadi Timnas U20 yang juga mewakili negaranya tidak bisa bertanding di Indonesia termasuk menampilkan turunannya seperti bendera dan lagu kebangsaan.
Selain itu aturan yang paling tinggi di Indonesia UU Dasar 1945 bahkan ditulis sangat jelas dalam mukadimahnya mengamanatkan, “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Jelas, Israel menjajah Palestina sejak 1948. Kalau Israel diizinkan bertanding di Indonesia berarti bangsa dan negara ini kemudian Pemerintahan Jokowi telah mengkhianati preambul tersebut.
FIFA dan Politik
Menariknya para buzzer justru yang paling bersemangat mendukung Israel bertanding di Indonesia. Bahkan mereka secara provokatif mengucapkan selamat datang.
Padahal selama ini mereka mengaku paling pancasilais. Justru mendukung kehadiran Israel nilai-nilai Pancasila mereka diragukan.
Mereka selalu berdalih dalam tataran yang banal seperti soal sanksi FIFA, nasib sepakbola Indonesia dan kemungkinan potensi ekonomi yang akan diperoleh Indonesia. Mereka membayangkan kedatangan 24 timnas dengan para pendukungnya. Padahal jumlah penonton U20 tidak mungkinan seperti Piala Dunia di Qatar!
Olahraga tidak bisa lepas dari politik. Mau berdalih apapun bualan buzzer tak bisa menutupi fakta itu. Paling anyar Timnas Rusia tidak bisa bertanding dalam ajang Piala Dunia di Qatar dengan alasan karena Rusia menyerang Ukraina. Belum lagi selama ini pun Israel selalu memboikot dan menggalang dukungan menolak Timnas Palestina dalam sejumlah ajang di luar negeri. Begitu pun Uni Eropa dan Amerika Serikat juga kerap memboikot sejumlah negara dalam Olimpiade atau pertandingan dunia lainnya. Jadi, olahraga tidak bebas dari politik.
Mereka berdalih sepakbola Indonesia tidak akan berkembang bila dampak dari penolakan itu mendapat sanksi dari FIFA. Sepakbola Indonesia tanpa sanksi atau mendapat sanksi pun prestasinya begitu-begitu saja. Prestasinya jauh dari Vietnam negara yang baru bangkit setelah lama didera perang saudara.
Para pendukung kehadiran Timnas Israel tidak sadar bahwa bila mereka bisa bertanding di Indonesia maka ke depan menjadi pintu masuk Negeri Zionis itu menuntut dan mendesak Indonesia untuk melakukan hubungan diplomatik. Sementara bangsa Indonesia sangat merasakan dampak dijajah Belanda selama 350 tahun efeknya masih terasa sampai sekarang.
Tirulah Sukarno
Sungguh sangat prihatin dengan kadar nasionalisme para buzzer yang terang-terangan mendukung Timnas Israel di Indonesia. Mereka hanya bicara sensasi tidak bicara substansi, kedaulatan negara Indonesia.
Karena itu saya sangat mengapresiasi sikap PDI Perjuangan dan Gubernur Bali I Wayan Koster yang menolak daerahnya dijadikan ajang pertandingan Timnas Israel.
Penolakan Koster sangat jernih dan gamblang, Bali tidak bisa menerima Timnas dari negara penjajah.
Koster menyatakan, kebijakan politik Israel terhadap Palestina tidak sesuai dengan kebijakan politik RI dan Indonesia belum memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Alasan yang sangat jernih dari Koster. Dan, ini tidak bisa dibantah dengan dalih apapun.
Kita lihat saja apakah Presiden Jokowi lewat Kementerian Luar Negeri dapat menyingkirkan Timnas Israel dari ajang Piala Dunia U20 yang akan digelar Mei 2023.
Seperti dikutip dari opini pengamat Timur Tengah Smith Alhadar, apakah Jokowi seberani Sukarno yang mengambil keputusan Timnas Indonesia menolak bermain dengan Israel bertanding menghadapi Israel untuk lolos ke Piala Dunia di Swedia pada 1958? Atau Jokowi bisa meniru Sukarno juga yang yang mencoret kontingen Israel dalam daftar peserta Asian Games 1962 di Jakarta?
Kalau Jokowi tidak berani, berarti Jokowi bukan ‘Little Sukarno’!