PERADABAN manusia terus mengalami perkembangan, seiring arus informasi dan komunikasi berbasis internet. Sehingga melahir revolusi industri 5.0, yang mempengaruhi perkembangan di segala bidang. Termasuk teater mengalami dilema yang besar dari industri berbasis internet tersebut.
Industri 5.0 merupakan evolusi lanjutan dari revolusi industri sebelumnya, yang memanfaatkan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan, robotika, komputasi awan, dan Internet of Things (IoT) untuk mencapai tingkat otomatisasi dan konektivitas yang lebih tinggi.
Dibandingkan dengan pendahulunya, Industri 5.0 menempatkan peran manusia sebagai elemen sentral dalam proses produksi, menggabungkan keahlian dan kreativitas manusia dengan kekuatan teknologi.
Begitu juga perkembangan Artificial Intelegence (AI) sistem, seperti machine learning dan deep learning, digunakan dalam Industri 5.0 untuk menganalisis data produksi, mengidentifikasi pola, dan merancang solusi yang lebih adaptif.
Jika menilik arti teater sendiri memiliki arti gedung pertunjukan seperti auditorium. Menjadi tempat berlangsungnya pertunjukan baik itu pertunjukan seni drama, maupun sandiwara. Dalam artian bahwa teater adalah panggung pertunjukan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas melalui beragam media, percakapan, gerak maupun instalasi lainnya seperti dekor, tata lampu, dan setting panggung.
Di Indonesia lahirnya teater diawali dengan seni teater tradisional. Seiring perkembangannya kisaran tahun 1968 setelah WS Rendra pulang dari Amerika teater modern mulai mewarnai dunia pertunjukan. WS Rendra mendirikan Bengkel Teater menjadi tanda kemajuan dunia teater Indonesia. Begitu juga berdirinya taman Ismail Marzuki sebagai ruang para seniman untuk berkreatifitas.
Hingga sampai periode tahun 1980 hingga 1990 teater makin berkembang. Banyak lahir kelompok dan komunitas teater, bahkan perkembangan teater mewarnai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) setiap kampus memiliki kelompok teater. Bahkan tingkat sekolah-sekolah bermunculan kelompok teater dan tentunya di komunitas masyarakat.
Seiring waktu perkembangan teater menghadapi era modern hingga puncaknya pada saat ini yakni era revolusi industri 4.0. Teater sebagai seni laku hidup, kini dihadapan cara pandang modern dengan anak paradigma positivistik. Teater sebagai laku hidup mulai tergerus, satu per satu kelompok teater harus mendapatkan imbasnya. Insan teater tetap masih ada, namun kelompok-kelompok teater mulai bertumbangan.
Dilanjutkan dengan industri 5.0 dengan cara pandang post-truth. Jika arus modern dibentuk paradigma positivistik yang berpendapat sesuai dengan fakta (empirisme) dan rasio (rasionalisme). Saat ini cara pandang post-turut tidak lagi berpikir fakta dan rasio, melainkan cara pandang sentimen dan kepercayaan yang dibentuk. Istilahnya inilah masa pascakebenaran, bahwa segala sesuatu dikendalikan opini masyarakat melalui kekuatan teknologi internet.
Teater industri 5.0
Teater sedang mengalami dilema, terlebih kelompok-kelompok teater sudah berganti mengikuti pola zaman. Jika awalnya teater merupakan seni panggung berbentuk auditorium, berkembang menjadi panggung kehidupan. Namun tidak hanya kehidupan sosial kemasyarakatan, tapi juga medis sosial dan terlebih dunia maya.
Diskusi tentang post ini