Esai

Cherry-Picking dalam Dunia Politik

Eko Tunas
×

Cherry-Picking dalam Dunia Politik

Sebarkan artikel ini
Cherry-Picking
Ilustrasi: Instagram/selvieritha

MELAUI WA saya menerima video tentang Panglima TNI yang menolak dipanggil Presiden. Lengkap dengan narasi: situasi politik semakin memanas. Untunglah sebelumnya saya pernah melihat, itu sebenarnya video komedi. Di akhir video diungkapkan: iya saja Panglima menolak dipanggil dengan sebutan Presiden, kalau disebut Jendral okelah.

Nah, bagian akhir yang komedis itu dipotong, sehingga memberikan informasi, bahwa Panglima menolak dipanggil oleh Presiden. Pemotongan yang dilakukan oleh akun no name ini kini viral disebut cherrypicking yang menimbulkan akibat kesesatan informasi. Atau lazim disebut kesesatan logika.

Di dunia internet, cherrypicking mewabah tanpa bisa dihindari. Semacam kepuasan sepihak yang jelas tidak bisa dipertanggungjawabkan, meski kepuasan itu bisa jadi disebabkan oleh keisengan belaka. Semacam kesenangan pribadi, saat dihadapkan sekian banyak buah cherry, dan Anda hanya menjumput satu-dua buah yang disukai.

Dari contoh video tentang Panglima itu, tidak soal saat ditayang utuh. Tapi menjadi hoax saat terjadi pemotongan tadi dan disebarkan ulang. Bagi orang yang tidak tahu video utuhnya tentu akan menimbulkan kesesatan logika itu. Dan itulah yang memang dikehendaki si cherrypicker. Yakni untuk makin memanaskan situasi politik yang memanas.

Istilah cherrypicking pertama dicetuskan oleh artis Cinta Laura di Instagramnya. Dia jelas mengingatkan bahayanya tindakan itu, sebab sangat merugikan obyek yang disasar. Baik itu merugikan secara pribadi, secara sosial, maupun secara politik. Dan UU ITE-nya jelas merupakan usaha penyebaran hoax yang setara fitnah. Atau dengan delik pencemaran nama baik.

Baik Panglima atau Presiden, saat melihat video utuh itu tentu akan tertawa di surprise ending. Tapi tentu akan berkerut kening andai video itu telah mengalami pemotongan, dan jelas itu merugikan keduanya. Sebab itu jelas sengaja dilakukan oleh akun no name untuk mengkonfrontasi Panglima dan Presiden. Dan bagi publik medsos akan menimbulkan konflik memanas atas kesesatan logika.

Jauh sebelum tahun politik memanas, Cak Nun kerap mengeluh tentang banyak videonya yang dipotong-potong. Tidak hanya keuntungan bagi si pemotong, tapi kerugian bagi Cak Nun. Ialah karena oleh pemotongan videonya itu ia banyak dikecam. Sampai pada gilirannya video Cak Nun yang tentang Firaun-Hammam-Qorun yang viral itu.

Teman saya yang mengirim potongan video tentang Panglima itu bisa jadi mengambil dari Grup WA. Dan bayangkan apabila banyak yang melakukan sama, mengirimkan juga ke grup-grup WA. Jelas, cherrypicking itu sudah menyebar kemana-mana. Ke WA pribadi atau ke grup-grup WA. Akibatnya tak bisa dihindari terjadinya kesesatan logika bagi person-person yang tidak tahu asal muasal video itu secara utuh.

Dalam dunia politik di tahun politik yang bikin capai masyarakat, itu makin menambah letih rakyat sebelum hari pemilihan Pemilu 2024. Tidak hanya oleh kampanye dan atau debat Capres-Cawapres, tapi naasnya oleh kesesatan logika dari keisengan dan pemuasan personal cherrypicking. Ibarat sudah jatuh ketimpa tangga. Ibarat mengambil sejumput buah cherry tapi yang diambil jebul buah busuk.