Politik & Hukum

Mengenal Politik Gentong Babi, Istilah yang Muncul di Film Dirty Vote

Avatar
×

Mengenal Politik Gentong Babi, Istilah yang Muncul di Film Dirty Vote

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Politik Gentong Babi ala Jokowi (Instagram/@bem_si)

BARISAN.CO – Istilah gentong babi di Film Dirty Vote menjadi sorotan, di mana film ini mengangkat cerita tentang dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024. Politik gentong babi Jokowi disebut oleh salah satu pemeran yang tampil di Dirty Vote, yaitu Bivitri Susanti.

Dosen Hukum Tata Negara itu mengklaim bahwa strategi politik gentong babi Jokowi berkaitan dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) jelang Pemilu 2024.

Bivitri menyoroti adanya peningkatan anggaran dan penyaluran bansos yang signifikan jelang Pemilu 2024 oleh pemerintah pusat. Penyaluran bansos itu semakin mencurigakan lantaran tidak melibatkan data terpadu dari Kementerian Sosial.

“Mengapa bansos juga dijadikan alat berpolitik dan lain sebagainya? Ada satu konsep dalam ilmu politik yang bisa kita gunakan yang namanya gentong babi atau pork barrel politics,” kata Bivitri dalam film yang diunggah di Youtube, Minggu (11/2/2024).

Bivitri memaparkan politik gentong babi merupakan istilah yang mengacu pada masa perbudakan di Amerika Serikat. Kala itu, budak-budak AS saling berebut demi mendapatkan daging babi yang diawetkan dalam gentong.

Pengertian Politik Gentong Babi

Politik gentong babi menurut Annie Duke dalam Quit (2022) adalah tindakan menggunakan anggaran publik sedemikian rupa untuk mendapatkan keuntungan politik.

Istilah ini muncul dalam buku cerita karya Edward Everett Hale berjudul The Children of the Public (1863). Dari cerita tersebut, Hale menjelaskan istilah gentong babi untuk menggambarkan bagaimana pemerintah memanfaatkan pengeluaran publik untuk kepentingan politiknya.

Metafora “gentong babi” sendiri dipakai bukannya tanpa alasan. Masyarakat Amerika dulunya menggunakan gentong berisi garam untuk menyimpan daging babi supaya awet.

Gentong babi sendiri melambangkan sebuah tempat untuk kekayaan, aset, atau proyek bernilai yang dipegang penguasa. Aset tersebut bisa dengan mudah diuangkan atau ditukar dengan hal lain sebagai imbalan yang menguntungkan pemegang gentong.

Imbalan yang menguntungkan itu bisa didefinisikan sebagai suara pemilih atau sumbangan kampanye.

Pengamat Politik sekaligus Dosen Tata Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Bambang Eka Cahya mengatakan, politik Gentong babi ini sering kali menggunakan anggaran publik sedemikian rupa untuk mendapatkan keuntungan politik dengan mengalihkan anggaran itu untuk keperluan politik, termasuk mendapatkan dukungan dengan membeli suara rakyat.

“Dalam praktik perpolitikan kita, politik gentong babi ini sangat menguntungkan petahana, atau orang yang didukung petahana. Dia bisa mengalihkan anggaran publik itu ke calon yang didukung,” ucapnya dalam diskusi tentang Pengawasan Anggaran Pemerintah yang Rawan Dimanfaatkan untuk Kepentingan Pilkada, Sabtu (29/8/2020) dikutip dari harianjogja.com.

Menurutnya dalam politik gentong babi semua anggaran publik bisa ditumpangi oleh kepentingan. Paling sederhana terkait sosialisasi program dipasang foto petahana. Padahal tidak ada aturan sama sekali, terkait program pemerintah harus berapa persen atau berapa banyak foto petahana boleh menggunakan anggaran publik.

“Kalau di negara maju, regulasinya sudah diatur sampai ke sana, kalau anggaran publik tidak boleh menampilkan foto diri, citra diri,” ujarnya. [rif]