Scroll untuk baca artikel
Blog

Menggagas Resolusi, Mencanangkan Gerakan Perubahan

Redaksi
×

Menggagas Resolusi, Mencanangkan Gerakan Perubahan

Sebarkan artikel ini

MENJELANG penutupan tahun, tentu banyak hal yang bisa kita tengok jauh ke belakang, dari perjalanan kita melewat tahun 2021 ini. Berbagai peristiwa kita ingat, kita refleksi, bukan untuk mengenang secara melankolis atau pesimis, apalagi ungkapan penyesalan bila mana ada hal-hal yang tidak menyenangkan.

Refleksi adalah bagian dari cara kita menggunakan nalar. Kemampuan intelektualitas kita dalam mengumpulkan berbagai jejak dalam memori otak. Menampakkan sebagian “tangkap layar” hidup kita yang lewat dalam hitungan waktu.

Secara manusiawi, dan mungkin kini secara trend, meninggalkan tahun berjalan dan memasuki tahun baru adalah momen spesial yang dianggap patut dirayakan. Bahkan ada catatan Man of The Year, ada kaleidoskop, ada buku tahunan seperti neraca dalam bisnis.

Memasuki tahun baru diwarnai dengan harapan dan perencanaan. Kemudian orang menuliskan resolusi. Juga seperti yang pernah saya lakukan membuat ‘challenge’  untuk diri sendiri. Apakah Anda termasuk orang yang suka membuat resolusi atau ‘challenge’? Untuk diri Anda?

Kebanyakan orang mengatakan bahwa ketika kita berniat atau beritikad untuk melakukan, menjadi, bersikap, atau sebaliknya di tahun yang baru sebagai bagian dari hasil evaluasi tahun yang sudah lewat agar dapat memperbaiki diri, merupakan maksud dari apa yang dinamakan resolusi’. Secara terminologi resolusi artinya keputusan tegas untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Sejarah orang melakukan tradisi membuat resolusi untuk memulai tahun baru dimulai sejak zaman Julius Caesar, sekitar tahun 49 SM. Saat itu resolusi adalah itikad untuk meningkatkan kebaikan moral, seperti berbuat baik kepada keluarga dan orang lain.

Karena tujuan membuat resolusi saat itu lebih kepada perbaikan kualitas diri. Meskipun dalam  catatan lain, awalnya tradisi membuat resolusi berakar dari tradisi agama. Semacam ritual untuk dewa dalam memohon kebaikan untuk masyarakat ketika pergantian tahun.

Pada tahun 1740,   pendeta Inggris John Wesley, pendiri Methodisme, menciptakan layanan ‘Pembaruan Perjanjian’, yang paling sering diadakan pada Malam Tahun Baru atau Hari Tahun Baru. Juga dikenal sebagai kebaktian jaga malam, termasuk pembacaan Kitab Suci dan nyanyian himne, dan berfungsi sebagai alternatif spiritual dari perayaan riuh yang biasanya diadakan untuk merayakan datangnya tahun baru. 

Sekarang populer di dalam gereja-gereja Protestan evangelis, terutama denominasi dan jemaat Afrika-Amerika, kebaktian malam yang diadakan pada Malam Tahun Baru sering dihabiskan untuk berdoa dan membuat resolusi untuk tahun yang akan datang.

Nah, apakah saat kita membuat sebuah resolusi saat ini, hanya berkenaan dengan kebutuhan peibadi atau orientasi pribadi? Menurut saya, selain untuk peningkatan kualitas dan perubahan yang positif untuk diri sendiri, resolusi dapat dikembangkan lebih luas dan menarik, dan dapat berkaitan dengan kehidupan secara sosial atau berbasis komunitas, bahkan organisasi besar ataupun sebuah bangsa!

Resolusi bisa dipraktikkan sebagai bagian dari tekad bersama melakukan perbaikan, entah dalam konsep berpikir, pembaruan cara pandang, peningkatan kesadaran bersama dalam bermasyarakat dan atau dalam beragama. Kita tidak bisa menutup mata bahwa krisis sosial, krisis moral tengah menyelimuti kehidupan kita, baik dalam bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara.

Resolusi tahun ini layaknya dijadikan semacam gerakan menuju perubahan dengan berbasis kesadaran secara rasional, akal sehat, dan prinsip kebersamaan yang melewati sekat sosial, budaya maupun etnis serta agama. Membuat resolusi adalah membuat keputusan bersama secara tegas, secara sadar, rendah hati, dan menghilangkan ego.