Kontemplasi

Tidaklah Sama

Ardi Kafha
×

Tidaklah Sama

Sebarkan artikel ini
Tidaklah Sama
Ilustrasi foto: Pexels.com/Gül Işık

LAGI, Allah Swt. bersumpah dengan malam ketika menutupi segala sesuatu dalam kegelapan. Dengan siang ketika terang benderang.

Demi malam bila menutupi (cahaya), demi siang bila nampak cemerlang.” (Al-Lail: 1-2).

Seolah penandasan adanya sifat yang berbeda. Perbedaan untuk menghibur kita yang sedang dalam kerinduan rohani. Dan perbedaan apa lagi yang lebih besar daripada antara siang dan malam?

Jika malam membentangkan tabirnya, sinar matahari pun tertutup, tetapi tidak hilang. Sepanjang waktu matahari berada di tempatnya, dan pada waktunya yang tepat akan muncul lagi dengan keagungannya.

Demi (misteri) penciptaan jantan dan betina, sungguh, usahamu beraneka macam.” (Al-Lail: 3-4).

Sepanjang kehidupan ini misteri tentang seks sudah memang berlaku. Ada daya tarik antara kedua kelamin yang berlawanan itu, masing-masing menjalankan tugasnya, dengan ciri-ciri khasnya, yang penting dan tak penting, dan dalam lingkungan sosial yang terbatas.

Namun, dalam lingkungan sosial yang lain tersebut masing-masing punya ciri-ciri sendiri. Bahwa satu sama lain saling memerlukan: cinta.

Dan cinta dalam pengertiannya yang paling mulia ialah cinta samawi, cinta murni dan nilainya sangat tinggi. Dalam nilai yang rendah ia akan membawa pada dosa yang hina dan kejahatan yang paling jahat. Jadi, berusaha di sini merupakan suatu keharusan untuk mencapai nilai tertinggi itu.

“Sungguh, usahamu beraneka macam” mengandaikan bahwa dalam alam dan dalam tujuan manusia terdapat perbedaan yang amat jauh.

Barangkali dalam garis besarnya dapat dibagi ke dalam dua golongan: baik dan jahat. Sebagaimana malam menggantikan siang karena posisi-posisi tertentu yang nisbi, tetapi tak sampai saling melenyapkan.

Demikian juga kejahatan, untuk sementara mungkin dapat mengaburkan yang baik, tetapi tak akan dapat membendungnya. Sekali lagi, malam dalam keadaan tertentu—misalnya untuk keperluan rehat—merupakan suatu rahmat.

Begitu juga hal-hal tertentu yang tampak tidak baik, mungkin malah benar-benar suatu rahmat terselubung buat kita. Itu misterinya.

Maka, apa pun tujuan dan posisi kita, kita harus mencari kebenaran dari cahaya Tuhan. Bahwa melihat perbedaan-perbedaan itu, tidak lantas bikin kita terkejut atau sedih. Sebab tujuan manusia yang baru itu mungkin tidak sama. Dan tugas semua kita ialah, sekali lagi, mencari cahaya kebenaran yang satu itu.

Maka barangsiapa bersedekah dan bertakwa, dan (dengan segala ketulusan hati) membenarkan segala yang baik, Kami sungguh akan memudahkan baginya jalan (menuju) kebahagiaan.” (Al-Lail: 5-7).  

Nah, yang baik dalam ayat tersebut dibedakan dengan tiga ciri, pertama, berkorban dengan hati lapang untuk Allah dan untuk manusia; kedua, bertakwa kepada Allah, yang dapat diperlihatkan dengan perilaku yang baik; dan ketiga, kebenaran dan keikhlasan dalam mengakui dan mendukung segala yang indah secara moral.

Sehingga, kesulitan apa pun yang dihadapi selama menjalani hidup yang baik, orang beriman itu akan semakin menikmati hidupnya, dan Allah akan membukakan jalan yang lebih mudah baginya. Tak ayal, ia dapat mencapai kebahagiaan akhir, surga.

Jadi kalau kita tarik lagi dari awal, objek yang disumpahi-Nya bahwa sesungguhnya perbuatan semua hamba manusia itu berbeda-beda. Di antara mereka ada yang melakukan perbuatan baik, ada pula yang melakukan perbuatan buruk.