Scroll untuk baca artikel
Edukasi

10 Cara Islami Berkomunikasi dengan Anak Usia Dini: Menumbuhkan Akhlak, Empati, dan Cinta

×

10 Cara Islami Berkomunikasi dengan Anak Usia Dini: Menumbuhkan Akhlak, Empati, dan Cinta

Sebarkan artikel ini
seni berkomunikasi dengan anak usia dini
Ilustrasi

Oleh karena itu, berbicara dengan nada tinggi atau marah dapat membuat anak merasa terancam dan menutup diri.

Sebaliknya, komunikasi yang tenang dan empatik menumbuhkan rasa percaya (trust) yang kuat antara anak dan orang tua.

Nabi Muhammad ﷺ menjadi teladan sempurna dalam hal ini. Ketika Hasan dan Husain (cucu beliau) bermain di punggung beliau saat sujud, Nabi tidak marah.

Beliau justru memperpanjang sujudnya agar cucunya puas bermain. Ini adalah bentuk komunikasi tanpa kata penuh cinta dan kesabaran.

10 Cara Efektif Berkomunikasi dengan Anak Usia Dini

1. Turunkan posisi sejajar dengan anak.
Saat berbicara, berjongkoklah agar pandangan mata sejajar. Ini memberi pesan bahwa kita menghargai mereka.

Rasulullah ﷺ sering menundukkan tubuhnya ketika berbicara kepada anak-anak isyarat rendah hati dan kasih sayang.

2. Gunakan nada suara lembut dan menenangkan.
Nada lembut menumbuhkan rasa aman. Allah SWT memerintahkan Nabi Musa dan Harun ketika menghadapi Firaun untuk berkata dengan lembut:

فَاذْهَبَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ ۝ فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

Artinya: “Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut…” (QS. Thaha: 43–44)
Jika kepada Firaun pun Allah perintahkan berbicara lembut, maka kepada anak tentu lebih utama.

3. Dengarkan anak dengan sepenuh hati.
Ketika anak bercerita, jangan potong pembicaraannya. Mendengar adalah bentuk cinta yang paling dalam. Dengan mendengarkan, anak merasa dihargai dan dipahami.

4. Gunakan bahasa sederhana dan positif.
Ucapkan “Ayo duduk pelan-pelan” daripada “Jangan lari!”. Bahasa positif membentuk pola pikir konstruktif dan menumbuhkan kepercayaan diri.

5. Validasi perasaan anak.
Saat anak marah atau sedih, jangan langsung menolak emosinya. Katakan, “Ayah tahu kamu sedang kecewa.” Ini membantu anak mengenali dan mengelola perasaan sejak dini.

6. Gunakan sentuhan dan ekspresi kasih sayang.
Rasulullah ﷺ dikenal gemar mencium anak-anak dan memangku mereka. Dalam sebuah hadis:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
قَبَّلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ، وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ، فَقَالَ الأَقْرَعُ: إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ فَقَالَ: مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ.

Sesungguhnya Rasulullah mencium Hasan bin Ali, lalu Al-Aqra’ bin Habis berkata, ‘Aku punya sepuluh anak, tapi tak pernah aku cium seorang pun.’ Maka Rasulullah bersabda, ‘Siapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.’” (HR. Bukhari dan Muslim)