BARISAN.CO – Dalam Ilmu psikologi, alasan berasal dari kebutuhan seseorang untuk mempertahankan egonya. Berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dalam pertempuran identitas positif dengan kendala yang terjadi sehari-hari.
Contohnya ketika seseorang datang terlambat ke acara pertemuan. Ia tahu jadwal pertemuan itu jam pulang kantor. Tentu, jalanan akan menjadi lebih padat. Namun, bukannya bergegas berangkat dari rumah, satu jam sebelum pertemuan, ia memilih berleha-leha.
Sebab, ingin menampilkan diri memiliki citra positif, ketika sampai di pertemuan ia akan menyalahkan kemacetan. Padahal, ia sendiri yang tak memperhitungkan waktu.
Memang, banyak orang yang berusaha keras untuk menunjukkan dirinya tak seperti yang orang lain bayangkan. Akan tetapi, mengakui kesalahan dan kekurangan sesungguhnya jauh lebih baik karena akan menaikkan kredibilitasnya.
Beberapa orang tampak lihai dalam membuat alasan. Mereka membenarkan setiap kesalahan, kekurangan, kegagalan, serta janji yang tidak terpenuhi. Berdalih juga menunjukkan seseorang lari dari tanggung jawab.
Bahkan, Paus Yohanes Paulus II pernah mengatakan alasan lebih buruk dan mengerikan daripada kebohongan karena alasan adalah kebohongan yang dijaga. Tanpa sadar, orang yang sering berdalih menjadi pembohong ulung dan ahli menunda. Ketika ada orang tidak memahaminya, ia akan menjadi marah.
Exploring Your Mind menyebut orang yang ahli membuat alasan bukan orang yang bahagia. Siapapun yang menggunakan alasan karena merasa terancam ketika seseorang sangsi dengan kompetensinya dan saat kesalahan, kecerobohan, atau perilaku tertentu terungkap. Sehingga, mereka menjadi alasan sebagai mekanisme pertahanan untuk menutupi kelemahan dan inkonsistensinya.
Setop Beralasan
Berikut ini cara untuk berhenti berdalih:
- Berhenti membandingkan
Ketika membuat perbandingan antara diri sendiri dengan orang lain akan sering membuat Anda merasa kecil hati. Terlebih, saat Anda tidak mampu memenuhi standar pencapaian orang lain.
- Lupakan masa lalu
Ketika mulai memikirkan kesalahan atau kegagalan masa lalu, saat itu muncul penyesalan. Alih-alih mengambil tanggung jawab, ia akan mengarahkan pada seseorang atau sesuatu untuk membenarkan kegagalannya tersebut.
Daripada mencoba membenarkan diri, berusaha untuk belajar dari kesalahan dan kegagalan. Itu akan lebih baik.
- Pertimbangkan lagi
Saat mendapati diri membuat alasan, tanyakan pada diri sendiri, haruskah Anda melakukannya, apa konsekuensinya jika orang tahu kebenarannya, dan sampai kapan harus lari dari tanggung jawab?
- Terima tanggung jawab
Ketika mampu memerima tanggung jawab secara penuh atas semua kegagalan dan kesalahan, manusia akan tumbuh lebih cepat. Ia akan mampu beradaptasi dengan perubahan situasi yang terjadi dalam kehidupan.
- Fokus pada kekuatan
Pembuat alasan sering tidak fokus pada kemampuannya. Mereka sering membatasi diri. Contohnya dengan mengatakan terlalu tua, tidak layak, dan lain-lain. Sehingga, tanpa menggunakan dalih, seseorang akan menemukan kekuatan dari kekurangan yang ia miliki dan itu akan bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain.
Setiap orang pernah membuat alasan dalam hidupnya. Dengan mengenali kegagalan dan kelemahan diri sendiri, kita akan dapat memahami ketika orang lain membuat alasan. [rif]