SEBAGAI wartawan yang sehari-hari meliput di Kompleks Parlemen Senayan, yang sangat berkesan adalah pada era kejayaan Partai Demokrat. Pasti rekan wartawan lainnya juga banyak yang setuju.
DPR saat itu sangat dinamis dan banyak sekali drama. Apalagi saat itu PDIP yang menjadi oposisi selama dua periode menjadikan DPR benar-benar hidup. Anggota DPR yang kini menjadi Ketua DPR Puan Maharani pun sampai bisa menangis ketika Presiden SBY menaikkan harga BBM.
Saat itu DPR, tidak hanya menjadi pusat aktivitas ratusan wartawan tetapi juga beberapa anggota DPR tidak hanya sebagai narasumber melainkan banyak juga yang memiliki karakter unik.
Ketika belakangan ini banyak pengamat, analis dan politikus menilai kondisi Indonesia sangat kritis — KKN merajalela dan elitenya haus kekuasaan — banyak yang menggambarkannya dengan satu ungkapan, “Ngeri-ngeri sedap! “
Ungkapan ikonik ini dikenal sebagai ciri khas pernyataan Ketua Komisi VII DPR (Energi) dari Partai Demokrat Sutan Bhatoegana. Mantan anggota DPR selama dua periode ini meninggal lantaran kanker hati.
Sebenarnya pernyataan ikonik Sutan yang selalu diungkapkannya secara ekspresif sambil membelalakkan matanya yang belo selain “ngeri-ngeri sedap” ada yang lain. Di antaranya “masuk barang itu”, “sejuk barang itu” dan “bungkus itu barang”.
Namun, tiga ungkapan itu kalah populer dengan “ngeri-ngeri sedap” yang memang selalu kompatibel dengan kondisi Indonesia saat ini. Sampai Ketua MPR Bambang Soesatyo pun menggunakan ungkapan itu untuk bukunya “Ngeri-ngeri Sedap: Catatan dan Kumpulan Tulisan”.
Dalam sebuah wawancara, penulis sempat bertanya kepada almarhum Sutan mengenai proses kelahiran ungkapan yang selalu membuat rapat kerja di Komisi VII yang awalnya selalu serius kemudian menjadi “pecah” dan banyak tawa.
“Ngeri-ngeri sedap” biasanya meluncur bila laporan mitra kerja atau kasus yang dibahas sangat mengkhawatirkan dan kritis. “Masuk barang itu” diungkapkan bila antara usulan atau ungkapan mitra kerja cocok dengan pernyataan anggota Komisi VII. “Sejuk barang itu” dan “bungkus itu barang” diungkapkan bila kesimpulan rapat disepakati semua dan membahagiakan semua pemangku kepentingan.
Dalam biografinya “Sutan Bhatoegana, Ngeri-ngeri Sedap Gebrak Senayan”, Sutan tercatat dalam buku sejarah Partai Demokrat memiliki peran yang sangat genting di awal-awal pendirian Partai Mercy tersebut.
Diceritakan Sutan sampai harus menjual mobilnya karena harus membayar tunggakan kepada para pendukung acara deklarasi Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden. Sementara deklarasi sendiri batal lantaran dengan alasan yang rasional dari SBY.
Sikap SBY yang mencalonkan diri menjadi presiden ini pula yang menyebabkan perang dingin sampai sekarang dengan Megawati Soekarnoputri.
Tapi itu cerita lama. Tapi memang di balik munculnya ungkapan ikonik yang sekarang banyak diungkapkan banyak politisi itu memperlihatkan bahwa dalam diri Sutan berkelindan antara keberanian dan kenekatan. Termasuk soal kasus korupsi yang melibatkan Komisi VII DPR yang rahasianya sampai dibawa mati.
Nah, sayangnya anggota DPR sekarang tidak berdaya untuk menciptakan ikonik dan karakter yang bisa dikenang masyarakat. Entah tidak berani atau memang sudah di bonsai partai untuk sekadar berekspresi sekalipun.
Atau jangan-jangan anggota parlemen sekarang tidak layak untuk dikenang?
Sungguh, “Ngeri-ngeri sedap!”