BARISAN.CO – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Salah satu isu Draft RUU itu mengatur jatah cuti hamil bagi ibu yang sedang hamil (bumil) dan akan melahirkan dari sebelumnya tiga bulan menjadi enam bulan.
Selain itu, RUU KIA juga memberikan hak kepada suami untuk mendampingi istri yang melahirkan maksimal selama 40 hari. Sementara yang istrinya mengalami keguguran kehamilan maksimal selama tujuh hari.
Anggota Badan Legislasi DPR RI, Luluk Nur Hamidah mengatakan, selain telah disepakati Baleg, RUU KIA juga disetujui tujuh Fraksi. Kata dia, RUU tersebut, akan segera dibawa di rapat Paripurna untuk disahkan sebagai RUU usul inisiatif DPR, sebelum kemudian dibahas bersama pemerintah.
“Saya kira yang diatur terkait dengan cuti sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan mungkin adalah jenis-jenis pekerjaan yang memang juga diatur dalam di UU Ketenagakerjaan. Bahwa manfaat dari RUU ini tentu sebenarnya adalah untuk ibu, tentu kemudian di dalam RUU ini juga diatur secara terpisah bagi ibu yang bekerja dia punya hak untuk mendapatkan semua bentuk-bentuk dukungan layanan dari penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak,” jelasnya saat Webinar Cuti Melahirkan Enam Bulan di Kaukus Perempuan Parlemen RI, Minggu (19/6/2022).
Luluk menjelaskan, RUU ini diusulkan salah satunya, berkaitan dengan kesejahteraan ibu dan anak sebagai suatu satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan untuk memastikan pembangunan pemerintah di semua sektor itu bisa berjalan dengan baik.
“Jadi isu kesejahteraan ibu dan anak bisa menjadi indikator apakah pembangunan itu bisa dinilai berhasil atau tidak berhasil, baik atau tidak baik dan seterusnya,” ungkap dia.
Isi RUU KIA
Berikut adalah RUU KIA yang mengatur cuti melahirkan 6 bulan bagi ibu bekerja:
Pasal 4
(1) Setiap Ibu berhak:
- Mendapatkan pelayanan kesehatan sebelum kehamilan, masa kehamilan, saat melahirkan dan pasca-melahirkan;
- Memperoleh jaminan kesehatan sebelum kehamilan, masa kehamilan, saat melahirkan dan pasca-melahirkan;
- Mendapatkan pendampingan saat melahirkan atau keguguran dari suami dan/atau keluarga;
- Mendapatkan perlakuan dan fasilitas khusus pada fasilitas, sarana, dan prasarana umum;
- Mendapatkan akses yang mudah terhadap pelayanan fasilitas kesehatan;
- Mendapatkan rasa aman dan nyaman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi;
- Mendapatkan kesempatan pengembangan wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan;
- Mendapatkan pendampingan dan layanan psikologi;
- Mendapatkan pendidikan perawatan, pengasuhan (parenting), dan tumbuh kembang Anak; dan
- Mendapatkan bantuan pemberdayaan ekonomi Keluarga.
(2) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak:
- Mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan;
- Mendapatkan waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran;
- Mendapatkan kesempatan dan tempat untuk melakukan laktasi (menyusui, menyiapkan, dan/atau menyimpan asir susu Ibu perah (ASIP) selama waktu kerja; dan/atau
- Mendapatkan cuti yang diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
(1) Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf b tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(2) Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a mendapatkan hak secara penuh 100% (seratus persen) untuk 3 (tiga) bulan pertama dan 75% (tujuh puluh lima persen) untuk 3 (tiga) bulan berikutnya.
(3) Dalam hal Ibu sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (2) diberhentikan dari pekerjaannya dan/atau tidak memperoleh haknya, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan pendampingan secara hukum dan memastikan pemenuhan hak Ibu terpenuhi dengan baik.
Pasal 6
(1) Untuk menjamin pemenuhan hak Ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, suami dan/atau Keluarga wajib mendampingi.
(2) Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan:
- Melahirkan paling lama 40 (empat puluh) hari; atau
- Keguguran paling lama 7 (tujuh) hari.
Pasal 10
(1) Setiap Ibu wajib:
- Menjaga kesehatan diri selama kehamilan;
- Menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak sejak masih dalam kandungan;
- Memeriksakan kesehatan kehamilan secara berkala;
- Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak dengan penuh kasih sayang;
- Mengupayakan pemberian air susu ibu paling sedikit enam bulan kecuali ada indikasi medis, ibu meninggal dunia, atau ibu terpisah dari anak;
- Memberikan penanaman nilai keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti pada anak;
- Mengupayakan pemenuhan gizi seimbang bagi anak;
- Mengupayakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak; dan
- Memeriksakan kesehatan ibu dan anak secara berkala pada fasilitas kesehatan.