Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Makna Angka 7 dalam Pola Asuh Anak dalam Prespektif Islam

Redaksi
×

Makna Angka 7 dalam Pola Asuh Anak dalam Prespektif Islam

Sebarkan artikel ini
pola asuh anak
Ilustrasi

Angka 7 bukan sekadar bilangan, tetapi peta rahasia yang menjelaskan bagaimana anak tumbuh dan bertahap membentuk karakter terbaiknya.

BARISAN.CO – Angka 7 sejak dahulu dianggap sebagai bilangan yang sarat makna dalam kehidupan manusia. Banyak fenomena alam dan rutinitas hidup yang berkaitan dengan angka ini mulai dari 7 ayat dalam surah Al-Fatihah, 7 lapis langit, hingga 7 hari yang mengisi satu pekan manusia.

Berbagai istilah populer seperti “7 keajaiban dunia”, “7 turunan”, dan “kembang 7 rupa” menjadikan angka ini kian melekat dalam kebudayaan.

Namun, ketika angka 7 dihubungkan dengan perkembangan anak dan pola asuh, maknanya menjadi lebih dalam karena berkaitan dengan tahapan tumbuh kembang yang harus diperhatikan orang tua secara cermat dan berkesinambungan.

Makna Angka 7 dalam Pola Asuh dan Tumbuh Kembang Anak

Dalam kajian pendidikan modern, Bobbi De Porter penulis Quantum Learning memperkenalkan konsep pendidikan anak dengan rumus 7 x 3.

Tiga fase ini membagi perjalanan tumbuh kembang anak menjadi tiga periode penting: 7 tahun pertama untuk bermain dan eksplorasi tanpa hukuman, 7 tahun kedua untuk mengenalkan aturan dan konsekuensi, dan 7 tahun ketiga untuk melatih anak mengambil keputusan melalui musyawarah.

Menariknya, rumus ini bukanlah gagasan baru. Bobbi mengutipnya dari ajaran Rasulullah Saw, sebagaimana dalam hadits yang menyebutkan:

دَعِ ابْنَكَ يَلْعَبْ سَبْعًا، وَأَدِّبْهُ سَبْعًا، وَصَاحِبْهُ سَبْعًا

Biarkan anak-anak kalian bermain selama tujuh tahun pertama, didik dan bimbing mereka pada tujuh tahun kedua, dan jadikan mereka sebagai sahabat pada tujuh tahun ketiga.”

Rumus ini jika dipahami lebih dalam memberikan pemetaan yang jelas. Pada 7 tahun pertama, anak berada di masa keemasan sehingga ia membutuhkan kasih sayang penuh dan ruang untuk berkembang.

Tujuh tahun berikutnya menjadi masa di mana anak belajar memahami batasan, menaati aturan, dan membentuk karakter dasar.

Lalu pada 7 tahun terakhir, anak mulai diarahkan untuk bertanggung jawab, memahami perannya, serta dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

Pola ini menunjukkan bahwa pendidikan anak tidak hanya tentang kecerdasan intelektual, tetapi juga mencakup pembinaan akhlak, mental, dan kedisiplinan yang menyatu sebagai satu sistem pendidikan keluarga.

Allah Swt pun mengingatkan pentingnya tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak melalui firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Ayat ini menegaskan bahwa mendidik anak bukan sekadar harapan agar mereka tumbuh menjadi pribadi unggul, tetapi juga kewajiban spiritual orang tua.