Aliansi Ekonom Indonesia menyampaikan tujuh desakan darurat ekonomi untuk membenahi tata kelola negara dan melindungi rakyat.
BARISAN.CO – Aliansi Ekonom Indonesia yang terdiri dari ratusan ekonom dan akademisi menyampaikan pernyataan bersama terkait kondisi ekonomi nasional yang dinilai semakin mengkhawatirkan.
Hingga 9 September 2025, pernyataan tersebut telah ditandatangani 383 ekonom dan akademisi, serta didukung oleh 283 individu dari berbagai latar belakang masyarakat.
Dalam konferensi pers yang dimoderatori ekonom Lili Yan Ing, para ekonom menekankan bahwa memburuknya kualitas hidup masyarakat bukan hanya akibat guncangan global, melainkan juga karena proses bernegara yang tidak amanah. Mereka menilai hal itu memunculkan ketidakadilan sosial yang semakin nyata.
Aliansi menyoroti sejumlah persoalan, seperti pertumbuhan ekonomi yang tidak inklusif, ketimpangan pendapatan antarwilayah dan kelompok sosial, menyempitnya lapangan kerja berkualitas, hingga kebijakan ekonomi yang tidak berbasis bukti.
Selain itu, mereka juga mengkritisi lemahnya perlindungan negara terhadap masyarakat, maraknya pungutan liar, perjudian daring, hingga kontrak sosial antara negara dan warganya yang semakin terciderai.
Dari analisa tersebut, Aliansi Ekonom Indonesia menyimpulkan dua akar masalah utama: salah kelola sumber daya serta lemahnya institusi negara akibat konflik kepentingan.
Atas dasar itu, mereka menyerukan “Tujuh Desakan Darurat Ekonomi” yang dinilai mendesak untuk segera dilakukan oleh pemerintah.
Pertama, alokasi anggaran negara harus diperbaiki secara lebih adil agar tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu, melainkan menyentuh kebutuhan rakyat banyak.
Kedua, mengembalikan independensi lembaga negara agar tidak mudah dipengaruhi kepentingan politik maupun kelompok tertentu.
Ketiga, menghentikan dominasi negara yang dinilai terlalu besar hingga menyingkirkan peran swasta, khususnya UMKM yang justru menjadi penopang ekonomi rakyat.
Keempat, penyederhanaan birokrasi harus dipercepat agar pelayanan publik menjadi lebih efisien dan tidak menyulitkan masyarakat.
Kelima, langkah nyata untuk mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi harus menjadi prioritas pembangunan, bukan hanya jargon politik.
Keenam, pemerintah diminta menghentikan program-program populis yang justru mengganggu stabilitas fiskal dan mengancam keberlanjutan anggaran.
Ketujuh, perbaikan kualitas institusi dan tata kelola negara wajib dilakukan demi mengembalikan kepercayaan publik.
“Sebagai ekonom, kami berkewajiban menyampaikan dengan data, fakta, dan analisa bahwa penyelenggara negara harus segera melakukan reformasi kebijakan ekonomi yang komprehensif. Tujuannya jelas, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan memberikan kehidupan layak bagi seluruh rakyat,” tegas Lili Yan Ing.









