Opini

Anies Jadi Presiden, Industri Perbukuan Nasional Optimistis Tumbuh

Yayat R Cipasang
×

Anies Jadi Presiden, Industri Perbukuan Nasional Optimistis Tumbuh

Sebarkan artikel ini

Anies menyatakan, buku dan kertas jangan dipajaki. Malah justru buku itu harus disubsidi.

DARI tiga calon presiden yang akan bertarung dalam Pilpres 14 Februari 2024, hanya Anies Baswedan yang peduli dengan nasib perbukuan dan literasi di Indonesia. Dalam pandangan Anies, negara harus hadir sehingga industri perbukuan nasional tumbuh bersamaan dengan minat baca masyarakat. Tujuan akhirnya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam salah satu sesi “Desak Anies”, sejarawan yang juga aktivis perbukuan JJ Rizal meminta komitmen Anies dalam menumbuhkan industri perbukuan nasional. Menurut JJ Rizal, saat ini untuk menjual buku 3.000 eksemplar saja butuh waktu paling sedikit lima tahun.

Sementara negara ini didirikan oleh orang-orang yang selama ini dikenal sebagai pembaca buku. Mereka itu kehidupannya terkait atau berkelindan dengan buku, toko buku, penerbitan dan perpustakaan. “Bahkan seorang Tan Malaka saja sehabis keluar dari toko buku terinspirasi untuk menulis buku monumentalnya Madilog,” kata JJ Rizal yang juga pemilik penerbitan Komunitas Bamboe.

Di sisi lain ada sebuah konglomerasi yang membabat hutan secara rutin dan menghasilkan bubur kertas untuk industri kertas. Sayangnya kertas mereka bukan untuk buku. Padahal kalau sebagian kertas mereka dipasarkan untuk industri perbukuan nasional ceritanya tentu akan lain. Kertas buku tidak harus impor dan harga buku pun tidak mahal seperti saat ini. Alhasil, daya beli masyarakat dan tingkat literasi pun tinggi.

Pasar Kambing dan Pasar Buku

Merespons JJ Rizal, Anies memberikan contoh untuk soal perbukuan bisa merujuk ke India. Saat ini di Indonesia pajak kertas tinggi. Dan harga kertas impor mahal.

“Indonesia minimal harus menyerupai India. Buku-buku yang sama yang dicetak di Eropa dan India, harganya lebih murah di India,” kata Anies.

Anies menyatakan, buku dan kertas jangan dipajaki. Malah justru buku itu harus disubsidi. Anies pun berkomitmen untuk menumbuhkan ekosistem yang tumbuh, berkembang dan menguntungkan semua pihak. Dari mulai penulis, penerbit, editor, toko buku, pengecer, distributor sampai pembaca.

“Selama ini pendapatan buku tersedot 40 – 50 persen untuk toko buku,” kata Anies.

Saat menjadi gubernur di DKI Jakarta, Anies menemukan fakta di Jakarta tidak ada Pasar Buku justru yang ada adalah Pasar Kambing di Tanah Abang. Melihat fakta tersebut, Jakarta sebagai sebuah kota peradaban sudah selayaknya ada tempat buku yang representatif. Tidak hanya toko buku besar.

Anies pun kemudian mengalihkan para pedagang buku di kawasan Senen menempati Pasar Kenari, Jakarta Pusat. Pusat penjualan buku juga ada di Pasar Blok M.

Fakta monumental lainnya, Anies pun membangun perpustakaan daerah yang sangat modern di Taman Ismail Marzuki (TIM). Perpustakaan inilah yang bila Anies terpilih menjadi Presiden RI pada Pilpres 2024 akan membangun perpustakaan sejenis di sejumlah kota besar.

Anies memang beda. Sementara paslon lain justru sibuk ngurusin makan siang dan susu gratis (fisiologis).

Kalau menurut Abraham Maslow, paslon lain masih sibuk ngurus perut (makan siang dan susu gratis) sementara capres Anies sudah melangkah jauh ke urusan eksistensi.

Memang beda kelas dan level!