Scroll untuk baca artikel
Berita

Bedah Buku “Teladan dari Rumah Ulama”, Kisah Nyai Sholihah dan Keluarga Wahid yang Menginspirasi

×

Bedah Buku “Teladan dari Rumah Ulama”, Kisah Nyai Sholihah dan Keluarga Wahid yang Menginspirasi

Sebarkan artikel ini

Ia mengisahkan bahwa ibunya menjadi single parent di usia 31 tahun setelah KH Wahid Hasyim wafat dalam kecelakaan.

Meski usianya masih muda dan tengah mengasuh enam anak, Nyai Sholihah tidak pernah mengeluh atau merasa menderita.

Saudara-saudaranya saat itu menawarkan bantuan untuk merawat sebagian putranya, namun tawaran tersebut ditolak.

“Beliau mendidik semuanya sendiri di Jakarta,” terang Gus Umar. Bahkan tawaran agar sebagian anak tinggal di Denanyar, Jombang pun tidak diambil.

Untuk menghidupi keluarganya, Nyai Sholihah berjualan beras sambil tetap aktif di Muslimat NU dan kemudian terjun dalam tugasnya di Dewan Perwakilan Rakyat.

Semua itu dijalani sembari memegang teguh amanat utama: mendidik anak-anaknya dengan cinta, disiplin, dan keteladanan.

Buku Teladan dari Rumah Ulama sendiri menjadi ruang refleksi bagi pembaca untuk melihat bagaimana rumah ulama bukan hanya tempat tinggal yang diisi tradisi agama, tetapi juga pusat pembentukan karakter yang kuat.

Melalui catatan pribadi Gus Umar, pembaca diajak menyelami keteguhan KH Wahid Hasyim sebagai pemimpin bangsa, kebijaksanaan lembut Nyai Sholihah, serta kecintaan yang membentuk anak-anak mereka menjadi pribadi yang berakar pada adab dan ilmu.

Dalam buku tersebut, posisi Nyai Sholihah menjadi sorotan utama. Ia digambarkan sebagai sosok yang berdiri tegak memikul dua peran sekaligus: sebagai ibu yang penuh kasih dan sebagai ayah yang tegas dalam mendidik.

Keenam anaknya tumbuh bukan hanya dengan kecerdasan intelektual, tetapi dengan kedalaman adab, keluasan wawasan, serta keberanian moral. Salah satunya adalah Gus Dur, yang menjadi presiden keempat Republik Indonesia.

Acara bedah buku berjalan hangat dan sarat diskusi. Para peserta mulai dari santri, akademisi, hingga masyarakat umum memberikan respons antusias.

Mereka menilai buku ini penting sebagai sumber inspirasi dan pembelajaran tentang bagaimana keluarga bisa menjadi fondasi kuat bagi lahirnya generasi berpengaruh.

Sebagai penutup, Gus Umar menegaskan bahwa ajaran terbesar dari rumah Wahid bukanlah sekadar kecerdasan atau popularitas, tetapi keteguhan dalam memegang nilai, adab, dan keberanian berpikir.

“Rumah kami adalah rumah ilmu dan rumah kasih. Dari situlah semuanya bertumbuh,” ujarnya. []