Scroll untuk baca artikel
Terkini

BPOM tentang Temuan Pestisida dalam Produk Mi Sedaap: Kami Terus Monitor

Redaksi
×

BPOM tentang Temuan Pestisida dalam Produk Mi Sedaap: Kami Terus Monitor

Sebarkan artikel ini

Ditemukan kandungan etilen oksida dalam produk Mi Sedaap yang beredar di Hong Kong.

BARISAN.CO Otoritas keamanan pangan Hong Kong (Centre for Food Safety/CFS) menarik produk mi instan Sedaap asal Indonesia dari pasaran sejak 27 September 2022 kemarin. Penyebabnya, ditemukan kandungan residu pestisida pada mi kering, bubuk cabe, dan bumbu dari produk mi instan tersebut.

CFS Hong Kong telah melaporkan hasil temuannya kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia.

Kemarin Kamis (29/9/2023) BPOM buka suara terkait isu ini. Dalam rilis yang diterima Barisanco, BPOM mengatakan Mi Instan Goreng Rasa Ayam Pedas Ala Korea merek Sedaap terdeteksi mengandung etilen oksida (EtO) dan tidak sesuai dengan peraturan di Hong Kong.

“EtO merupakan pestisida yang digunakan untuk fumigasi. Temuan residu EtO dan senyawa turunannya (2-Chloro Ethanol/2-CE) dalam pangan merupakan isu baru yang dimulai dengan notifikasi European Union Rapid Alert System for Food and Feed (EURASFF) pada tahun 2020,” tulis laporan BPOM yang diterima Barisanco.

BPOM belum menjabarkan seberapa berbahaya kandungan 2-Chloro Ethanol dalam makanan. Namun, mereka memastikan bahwa produk Mi Sedaap yang beredar di Hong Kong berbeda dengan produk bermerek sama yang beredar di Indonesia.

“BPOM secara terus-menerus melakukan monitoring dan pengawasan pre– dan post-market terhadap produk yang beredar untuk perlindungan kesehatan masyarakat dan menjamin produk yang beredar di Indonesia aman dikonsumsi,” tulis laporan itu.

Di sisi lain, Wings Food Group, perusahaan induk dari Mi Sedaap, mengklaim produk mi instannya telah memenuhi standar pangan internasional dan aman dikonsumsi meski ditarik di Hong Kong.

“Dari seluruh lini proses dan produksi, Mie Sedaap memastikan tidak ada penggunaan etilen oksida (EtO) dan telah memenuhi standar keamanan pangan sehingga aman untuk dikonsumsi,” kata Head of Corporate Communications & CSR WINGS Group Indonesia, Sheila Kansil, dalam siaran pers yang diterima Barisanco, Minggu (1/10/2022).

“Penahanan produk yang terjadi di Hong Kong dikarenakan adanya perbedaan regulasi yang diterapkan oleh regulator setempat,” lanjut Sheila Kansil.

Apa itu Etilen Oksida dan 2-Chloro Ethanol?

Belgia, Denmark, dan Jerman adalah beberapa negara yang awal-awal mempermasalahkan kandungan Etilen Oksida dan turunanya, 2-Chloro Ethanol, dalam makanan.

Otoritas pangan Jerman, misalnya, menyebut bahwa tidak seharusnya senyawa Etilen Oksida dan turunannya digunakan dalam sektor makanan. Ada risiko kanker, human papillomavirus (HPV), hepatitis B, dan hepatitis C, sampai HIV jika senyawa ini dikonsumsi manusia.

Dikutip dari German Federal Institute for Risk Assesment, EtO merupakan gas yang tidak berwarna, sangat mudah terbakar, sangat reaktif dengan bau manis yang membunuh bakteri, virus, dan jamur.

Senyawa ini diubah di lingkungan dan tanaman menjadi 2-Chloro Ethanol. Konversi tersebut berlangsung relatif cepat. Dengan demikian, hanya 2-Chloro Ethanol yang biasanya terdeteksi pada tanaman dan makanan. 2-Chloro Ethanol, pada gilirannya, adalah cairan tidak berwarna dengan bau manis yang samar.

Jerman melarang penggunaan etilen oksida dalam produksi makanan karena memicu efek mutagenik dan karsinogenik. Namun, produk turunannya, 2-Chloro Ethanol, masih perlu dinilai lewat asesmen dan uji laboratorium yang komprehensif.

Sejauh ini, data-data uji lab mengenai 2-Chloro Ethanol masih sangat kontradiktif dan sebagian tidak lengkap.

Dengan demikian, saat ini tidak ada pernyataan yang dapat dipercaya yang dapat dibuat sehubungan potensi bahaya akibat dari 2-Chloro Ethanol.

Sejauh inipun, World Health Organization (WHO)/Food and Agriculture Organization (FAO) belum mengatur mengenai 2-Chloro Ethanol. Itulah kenapa aturan masing-masing negara tentang senyawa ini masih sangat beragam. [dmr]