Kontemplasi

Dari Peristiwa Uhud

Ardi Kafha
×

Dari Peristiwa Uhud

Sebarkan artikel ini
peristiwa uhud
Ilustrasi foto: Pexels.com/Yasir Gürbüz

ORANG-ORANG Quraisy, dengan bara dendam atas kekalahan di Badar, pada tanggal 11 Maret 625, meninggalkan Mekkah untuk memulai perjalanan panjang menuju Madinah.

Dan akhirnya, 3.000 tentara itu, 21 Maret, tiba di luar Madinah dan berkemah di dataran di depan gunung Uhud, sebelah barat laut Madinah.

Ya, kekalahan dalam Perang Badar membekaskan dendam di dalam dada bangsa Quraisy. Mereka ingin membalas dendam kepada Nabi Saw. dan pengikutnya.

Maka, pecahlah Perang Uhud, terjadi hanya sekitar tiga tahun setelah Nabi Saw. hijrah ke Madinah. Dan ketika berita mengenai penyerangan dari Mekkah sampai di telinga Rasulullah Saw., beliau memanggil sahabat-sahabatnya untuk berkumpul dan bermusyawarah.

Beliau dan sebagian sahabat mengusulkan untuk menyambut serangan musuh dari dalam kota, tetapi pemuda-pemuda yang bergabung dengan Nabi Saw. menentangnya. Menurut mereka, kalau pasukan muslim tetap tinggal di dalam kota, musuh akan menganggap mereka lemah, mereka pengecut.

Abdullah ibn Ubay lebih setuju dengan usulan Rasulullah Saw. yang menghendaki untuk bertahan di dalam kota. Menurutnya, geografis Kota Madinah mendukung sistem pertahanan alamiah.

Di sebelah selatan kota terdapat kebun kurma yang begitu lebar dan rapat sehingga serangan musuh tidak mungkin dilakukan dari situ. Bagian timur dan barat kota merupakan pegunungan tinggi yang menjadi benteng alam yang kukuh untuk menahan serangan. Maka, tinggal satu sisi saja yang terbuka untuk memasuki kota, dan pasukan muslim bisa menyambut musuh dari sini.

Peperangan akan diarahkan ke jalan-jalan kota, dengan terlebih dahulu mengungsikan kaum perempuan dan anak-anak di tempat-tempat penampungan. Nabi Saw. berdalih agar umat Islam tidak dipaksa memerangi pasukan musuh dalam jumlah besar dalam konfrontasi terbuka.

Namun, sekali lagi para pemuda Anshar bersikeras untuk keluar dan menemui musuh di medan perang. Mereka menolak jika musuh-musuh tersebut dibiarkan merusak kota.

Lantas, Nabi Saw. akhirnya memutuskan untuk mengikuti kehendak kelompok muda. Beliau melihat semangat juang luar biasa pada diri kaum muda Anshar. Beliau tak ingin mengecewakan semangat mereka tersebut.

Kemudian, beliau pun mempersiapkan pasukan dengan sangat baik dengan mengatur dan menempatkan orang-orangnya dengan teramat jeli. Beliau berstrategi dengan menempatkan gunung Uhud di belakang mereka dan bukit Ainain yang tidak begitu tinggi di hadapan mereka, yang menghalangi antara pasukan Madinah dengan pasukan Mekkah.

Pasukan Madinah akan bersiap-siap di bagian barat bukit Ainain dan sedikit mundur ke belakang. Sedangkan para pemanah di atas bukit hingga dapat menghalau kuda-kuda kaum Quraisy.

Kaum Muslim berjalan beriring keluar kota Madinah. Beliau Saw. mengenakan penutup kepala dan pakaian perang. Saat itu hari Jumat, bulan Syawal tiga Hijriah.

Namun, ketika masih di pinggiran Madinah, tidak lebih dari satu mil, Abdullah ibn Ubay beserta pengikutnya memutuskan untuk kembali. Jumlah mereka itu sekitar 300 orang.

“Pulanglah kalian. Dia (Muhammad) tidak mengambil pendapatku dan lebih menaati pendapat anak-anak itu. Kita tidak mau bunuh diri di sini.” perintah Ibnu Ubay.