Scroll untuk baca artikel
Terkini

Darurat! Jumlah Perokok Anak Terus Meningkat

Redaksi
×

Darurat! Jumlah Perokok Anak Terus Meningkat

Sebarkan artikel ini

Survei terbaru Lentera Anak pada 2021 kepada 180 responden usia 10-19 tahun yang pernah atau aktif merokok menunjukkan, lebih dari separuh responden percaya iklan rokok mempengaruhi konsumsi merokok anak.

BARISAN.CO – Dari hasil pemantauan 158 anak dari sembilan Forum Anak yang tergabung dalam Tim Pemantauan Iklan Promosi dan Sponsor (IPS) terhadap situasi iklan, promosi, dan sponsor rokok di sembilan Kota/Kabupaten menemukan, dari sembilan Kota/Kabupaten tersebut belum memiliki aturan pelarangan IPS rokok di seluruh wilayah untuk memenuhi Indikator ke-17 Kota Layak Anak (KLA), meskipun Kota/Kabupaten tersebut sudah memiliki peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Menanggapi temuan tersebut, Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari menyampaikan, kegiatan diseminasi merupakan bagian dari proses pembelajaran 158 anak dari sembilan Forum Anak.

“Saya mengikuti bagaimana mereka berproses bersama sejak Oktober 2022, sejak mendapatkan pelatihan dan mereka memahami permasalahan rokok, menemukan permasalahan yang nyata di lingkungan mereka, mereka lihat, alami dan rasakan sendiri, hingga hari ini, mereka menyampaikan kepada kita para orang dewasa, apa yang menjadi kegelisahan dan harapan mereka terhadap permasalahan rokok,” kata Lisda pada Selasa (17/1/2023).

Lisda menjelaskan, dalam 10 tahun terakhir prevalensi perokok anak di Indonesia terus meningkat. Menurut data Riskesdas 2018, perokok anak meningkat menjadi 9,1% (3,2 juta anak), dan Bappenas mempredikasi pada 2030 perokok anak bisa mencapai 15,9 juta.

“Ini masalah serius di masa mendatang, mengingat rokok bersifat adiktif dan faktor resiko penyakit tidak menular juga akan menjadi beban ekonomi sehingga akan mengancam kualitas SDM,” tegasnya.

Salah satu penyebab anak merokok, ungkap Lisda, adalah maraknya iklan, promosi dan sponsor rokok. Berbagai studi memperkuat bukti, anak yang terpapar IPS produk tembakau sebelum inisiasi merokok; dan semakin banyak terpapar, akan semakin tinggi peluang inisiasi merokok.

Sementara, survei terbaru Lentera Anak pada 2021 kepada 180 responden usia 10-19 tahun yang pernah atau aktif merokok dengan wawancara langsung kepada anak, menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden percaya iklan rokok mempengaruhi konsumsi merokok anak.

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Anggin Nuzula menyatakan, di Indonesia setidaknya sudah memiliki 6 regulasi terkait perlindungan kesehatan anak, KTR dan KLA, yakni UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40/2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Tembakau, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.440/7468/Bangda tahun 2018 tentang Penerapan Regulasi KTR di Daerah, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64/ Tahun 2015 tentang KTR di Sekolah, dan Perpres No. 25/2021 tentang Kebijakan KLA.

“Semua peraturan ini sudah secara tegas menunjukkan komitmen Pemerintah untuk melindungi anak dari zat adiktif dan untuk menurunkan prevalensi perokok anak sesuai amanat RPJMN,” tegas Anggin.

Political Will Diperlukan untuk Melarang Iklan Rokok

Kepala Bapenda Kota Bogor, Ir H. Deni Hendana MSi meminta agar Kab/Kota tidak usah khawatir pelarangan iklan rokok akan berdampak pada menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Terbukti bahwa kami dapat melakukan strategi substitusi untuk perlahan-perlahan menghilangkan pendapatan dari pajak reklame rokok, antara lain dengan mengganti reklame dengan naskah rokok di tempat strategis dengan naskah non rokok, melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak selain reklame dan penyesuaian kebijakan tarif nilai sewa reklame,” ujarnya.