Ribuan polisi dan tentara bersenjata menyerang dan menahan demonstran anti-pemerintah di Kolombo. Kelompok Hak Asasi termasuk Human Right Watch dan Amnesty International mengecam tindakan tersebut.
BARISAN.CO – Pasukan keamanan Sri Lanka menyerang kamp protes anti-pemerintah di Kolombo. Dengan menggunakan kekerasan, mereka memukuli pengunjuk rasa, menghancurkan tenda, dan menangkap beberapa pemimpin protes.
Serangan itu berlangsung pada Jumat (22/7/2022). RIbuan polisi dan tentara bersenjata lengkap anti huru hara turun ke kamp protes yang dikenal sebagai Gota Go Gama. Ratusan orang Sri Lanka telah tinggal di sana selama lebih dari 3 bulan. Akibat kejadian itu, puluhan orang luka-luka.
Tindakan keras itu terjadi sehari setelah presiden baru Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe dilantik sebagai presiden baru. Dalam pelantikan, Ranil bersumpah akan menindak pengunjuk rasa yang telah menggulingkan presiden sebelumnya, Gotabaya Rajapaksa.
Padahal, pengunjuk rasa telah mengumumkan akan mengosongkan lokasi secara sukarena. Namun, paskan bergerak masuk dan menyerang demonstran dengan tongkat dan menghancurkan tenda mereka.
Mengutip Al Jazeera, pasukan keamanan menangkap 11 orang termasuk pengunjuk rasa dan pengacara. Dua jurnalis dan dua pengacara juga diserang tentara.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional mendesak presiden baru Sri Lanka menghentikan kekerasan terhadap demonstran, yang berdemonstrasi mengenai krisis negara itu.
Human Rights Watch (HRW) mengatakan, insiden itu mengirim pesan berbahaya kepada rakyat Sri Lanka bahwa pemerintah baru bermaksud bertindak melalui kekerasan ketimbang aturan hukum yang berlaku.
“Langkah-langkah yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi kebutuhan ekonomi rakyat Sri Lanka menuntut pemerintah menghormati hak-hak dasar. Mitra internasional Sri Lanka harus mengirim pesan lantang dan jelas: mereka tidak dapat mendukung pemerintahan yang menginjak-injak hak rakyatnya,” kata Meenakshi Ganguly pada Sabtu (23/7/2022).
Amnesty International juga mengutuk kekerasan yang terjadi di sana dengan menegaskan, tindakan pemerintah baru tersebut memalukan.
“Para pengunjuk rasa memiliki hak untuk berdemonstrasi secara damai. Penggunaan kekuatan berlebihan, intimidasi, dan penangkapan tidak sah,” tegas wakil sekretaris jenderal Amnesty International, Kyle Ward.
Dia menambahkan, pola tersebut berulang terjadi saat menanggapi perbedaan pendapat dengan rakyat Sri Lanka.
Duta besar AS untuk Sri Lanka dan Maladewa, Julie Chung juga merasa prihatin dengan tindakan pemerintah Sri Lanka tersebut.
“Sangat prihatin dengan tindakan yang diambil terhadap pengunjuk rasa di Galle Face di tengah malam,” ujar Julie. [rif]