Puisi

Di Antara Pesta Pengantin – Puisi Emroni Sianturi

Avatar
×

Di Antara Pesta Pengantin – Puisi Emroni Sianturi

Sebarkan artikel ini
Di Antara Pesta Pengantin
Ilustrasi: Unsplash/Photos by Lanty

Di Antara Pesta Pengantin

1/
Pukul tujuh pagi tepat
Di hari ahad
Gadisku minta ketemuan
Di kantor kelurahan

Tidak kaget tapi heran
Dan sedikit menimbang
Adakah tempat kita
Saling mengecup kasih di sana?

Dalam suratnya
Pintanya,
“Jangan datang terlalu dini
Telat sedikit tak apa
Pokoknya harus datang
Aku kangen sembunyi hasrat bersamamu?”

2/
Oh, kucing!
Ramai sekali pagi ini
Malu aku jadinya
Mau balik pulang
Sayang rindu tak tertahankan

Terserempak
Seorang lelaki menyeretku bersetuju
Membagi satu puntung rokok dan berkusu-kusu
“Tunggulah sampai waktunya tiba”

3/
Jantung berdenyut
Nyali menciut
Bola mata menyisir halaman
Ke arah kantor kelurahan
Tiada nampak wajah gadisku
Hanya segerombolan orang-orang
Termangu terpasung kekuasaan

Baru kali ini tengah terjadi
Para tetamu undangan
Makan sesaji
Di kantor kelurahan

Aneh!
Ada yang aneh di sini!
Pertanda apakah kali ini?
Gempa dan tsunami lagi?

O, jangan Tuhan!
Belum siap hamba menanggung
Ribuan murka dan seruan tetangga
Menahan amarah di tengah sandiwara

Terserempak
Pundakku digaplok pelan
Ah, gadisku rupanya
Dan mengecup kata,
“Yuk, ah, dansa
Pesta pengantin di dada kita”

2018 – 2022

Akhirnya Telepon Berbunyi

1/
Nanti malam
Kita ketemuan, sayang
Pesta pengantin belum usai

Coba tangkap
Coba ludahi
Lantunan ayat suci
Mendadak sepi pagi hari
Dan malam akan berdendang
Mengaung musik dangdutan

2/
Uang di kantong sisa lima ribu
Alhamdulillah dapat upah sepuluh ribu
Dari janda beranak dua
Masih muda dicerai tega

Beruntung punya kartu
Kartu diserah jadi kebutuhan
Di mana tempat menukar kartu jadi kebutuhan?
Di kantor kelurahan, sayang!

Bagi yang kekurangan
Bagi yang yatim
Bagi yang renta
Bagi yang janda
Bagi yang kenal
Bagi yang dekat
Bagi-bagi untuk keluarga

3/
Akhirnya telepon berbunyi
Nada pesan gadisku datang
Ah, nanti malam ketemuan
Goyang bersama mabuk dangdutan

Musik berbunyi sunyi
Sunyi berbunyi mati
Mati berbunyi hihihi

2018 – 2022

Lelaki yang Menghamba pada Kata-kata

Amat-amatilah perbedaan di antara sekian juta kepala. Suara yang menggema, diam-diam menyusup ke gendang telinga. Meresap, menyapa jantung hati. Kesepian hanya bagi mereka yang meratap, menggigil, serta langkah kaki yang kembali pada rumah kenangan. “Di jalanan, berkendaralah sesuka hati. Ngebut sana-sini, salip-menyalip…”

“… Di jalanan kau takkan pernah juara” cegah lelaki yang menghamba pada kata-kata. “Sebab, di ujung yang tak pernah kau tahu: motor, mobil, dan semacamnya senantiasa ada di depan linangan air matamu”

Sementara di rumah-rumah. Cahaya bohlam melengkapi malam. Putih keperakan, jingga kelabu, remang-remang di kamar gadis yang meragu. Janji, mematri kasih dengan khayalan zaman. Suara yang menggema, diam-diam seakan merobek gendang telinga. Kepercayaan menjadi pertigaan jalan, doa-doa yang diyakininya seakan tak pernah sampai ke cakrawala, atau menembus langit lapis tujuh. “Di jalanan kau takkan pernah juara”. Ingatan gadis akan kata-kata yang entah berasal dari mana? Padahal ia menangkap sendiri: bibirnya melepuh karena lipstik ajaib yang terlalu lama dipujanya.

Lipstik, pensil alis, bedak yang bertambah harga. Ditambah lensa mata, ditambah hal-hal yang sebenarnya tak berguna. “Keelokan rupa yang sejati berasal dari cipratan air mata Tuhan” jelas lelaki yang menghamba pada kata-kata. Ayam jantan berkokok kesiangan tatkala berita menyeruak sampai ke pelosok jantung lelaki itu. Potongan beritanya yang dilebih-lebihkan, “lelaki menghamba pada kata-kata, nyaris gila. Gadisnya tengah bercinta demi segala: rupa, raga, serta merta arta”.