Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Terkini

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Enam)

:: Awalil Rizky
4 Juli 2022
dalam Terkini
Dongeng Utang Indonesia (Bagian Enam)
Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

AWAL era pemerintahan SBY, akhir tahun 2004, utang pemerintah dalam nilai rupiah tercatat sebesar Rp1.300 trilyun. Jika dinyatakan dalam nilai dolar Amerika, nilainya sebesar US$140 milyar.

Kondisi perekonomian secara umum telah pulih dari krisis ekonomi dan moneter 1997/1998. Kondisi anggaran pemerintah pun tampak membaik, antara lain ditandai turunnya nominal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2005 dan 2006 sehingga lebih rendah dibanding era pemerintahan sebelumnya.

Nominal defisit pada tahun 2007 memang kembali meningkat, namun secara persentase dari Produk Domestik Bruto (PDB) masih tetap lebih rendah. Nominal defisit kembali turun sangat signifikan pada tahun 2008, hingga mendekati nol atau hanya sebesar Rp4 triliun. Merupakan rekor nominal defisit terendah selama era reformasi.

Kondisi defisit APBN yang relatif baik itu ditopang oleh pendapatan negara yang terus meningkat. Naiknya pendapatan disebabkan oleh perekonomian yang pulih dari krisis serta kenaikan harga komoditas yang diproduksi dan diekspor Indonesia.  

BACAJUGA

Utang pemerintah

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Tujuh)

14 Juli 2022
Kerusakan Alam Mendorong Banyak Negara Terancam Bangkrut

Kerusakan Alam Mendorong Banyak Negara Terancam Bangkrut

7 Juli 2022

Hal itu berpengaruh langsung pada pengelolaan dan kondisi utang pemerintah. Tentu saja era SBY masih terbebani posisi utang dan beban pelunasan utang pokok dan bunganya. Namun, pada dua tahun pertama (2005 dan 2006), kebutuhan berutang baru dapat ditekan secara signifikan.

Bahkan, pemerintahan SBY memutuskan untuk melunasi sisa utang kepada International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2006 sebelum waktu jatuh temponya. Hanya perlu diketahui bahwa sisa utang itu adalah standby loan, yang sebenarnya belum digunakan. Sederhananya dikembalikan atau tidak jadi dipakai. Salah satu pertimbangannya mesti bayar bunga, padahal kondisi ekonomi nasional yang telah pulih tidak membutuhkan dana berjaga-jaga semacam itu lagi.

Tidak hanya utang kepada IMF, pemerintahan SBY tampak memang berencana mengurangi posisi pinjaman luar negeri. Penarikan utang baru jenis ini selalu lebih kecil dibanding pelunasan utang lamanya pada tiap tahun hingga akhir periode pertama (2009). Dengan demikian, sisa pinjaman luar negeri turun secara perlahan.

Akan tetapi tidak berarti utang keseluruhannya menjadi berkurang. Surat Berharga Negara (SBN) menjadi instrumen berutang yang makin dikembangkan. Hanya dua tahun awal yang relatif masih kecil. Pada tiga tahun selanjutnya, berutang melalui SBN meningkat sangat pesat.

Posisi utang pada akhir era SBY pertama (akhir tahun 2009) tercatat sebesar Rp1.590 triliun atau naik 22,31% dari awal periode. Dalam denominasi dolar Amerika, menjadi US$169 miliar atau naik 20,98%. Hal ini menandakan nilai kurs dolar atas rupiah relatif stabil selama lima tahun tersebut.  

Sayangnya, kondisi anggaran negara pada era pemerintahan SBY kedua dilihat dari nominal defisit tidak sebaik sebelumnya. Terutama pada tiga tahun terakhir (2012-2014) yang mencatatkan defisit cukup lebar.

Pendapatan sebenarnya masih tumbuh cukup pesat, di kisaran 13% tiap tahun. Sedikit lebih rendah dibanding periode pertama yang rata-rata tumbuh di kisaran 17,5% per tahun. Akan tetapi laju kenaikan belanja negara tercatat lebih pesat, mencapai rata-rata 14% per tahun.

Laju kenaikan belanja yang pesat itu antara lain disebabkan oleh kebijakan memberi subsidi dan bantuan sosial yang cukup banyak. Pengeluaran demikian bepengaruh sangat besar pada nilai belanja negara. Terutama berupa subsidi BBM. Padahal tingkat konsumsi masyarakat dan industri terus meningkat.

Selain itu, pemerintah melakukan pengeluaran pembiayaan yang juga melonjak. Baik untuk melunasi utang pokok yang telah jatuh tempo, maupun pengeluaran investasi. Berkaitan dengan investasi, sebenarnya beberapa proyek infrastruktur besar telah dimulai pada era ini.    

Bagaimanapun, kenaikan posisi utang pada era pemerintahan SBY kedua tercatat lebih pesat dari era pertama. Dilihat dalam nilai rupiah, naik sebesar 64% menjadi Rp2.609 triliun pada akhir 2014. Jika dilihat dalam nilai dolar hanya meningkat sebesar 24% menjadi US$210 miliar.

Dengan demikian, posisi utang tercatat bertambah, baik pada pemerintahan SBY pertama maupun yang kedua. Akan tetapi, hal itu diimbangi oleh laju pertumbuhan nilai nominal PDB. Akibatnya, rasio utang pemerintah atas PDB cenderung menurun. Pada periode pertama, turun dari 56,60% menjadi 28,37%. Masih dapat diturunkan lagi menjadi 24,68% pada akhir 2014.

Jika dibandingkan dengan laju kenaikan pendapatan negara, maka pada periode pertama SBY, laju kenaikan utang juga tercatat lebih lambat. Akibatnya, rasio utang dengan pendapatan turun sangat signifikan. Dari 322,16% (akhir 2014) menjadi 187,41% (akhir 2009).

Pada era kedua, laju kenaikan pendapatan negara hanya sedikit lebih tinggi dari kenaikan posisi utang. Rasio masih bisa sedikit diturunkan, hingga hanya 147,80% pada akhir 2012. Namun kembali meningkat hingga mencapai 168,26%pada akhir tahun 2014. Bagaimanapun, masih tercatat lebih rendah dibanding awal periode kedua.

Berdasar kedua rasio tadi, pendukung SBY bisa saja mengklaim bahwa utang pemerintah bersifat produktif. Laju kenaikan PDB dan pendapatan negara ternyata lebih pesat dari kenaikan utang.

Bagi pembelajar ekonomi yang independen mungkin akan mengajukan kritik bahwa era tersebut harusnya bisa mengambil kebijakan berutang yang lebih baik. Ada kesempatan luas untuk menekan tambahan utang, namun belanja masih tampak “boros” atau tidak efisien dan efektif. Diantara kritik utama adalah atas belanja subsidi dan program penanggulangan kemiskinan yang hasilnya pun tak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan.

Bisa pula berandai-andai, umpama laju kenaikan utang tetap seperti yang terjadi, namun alokasinya terutama dipakai membangun infrastruktur serta memperkuat fundamental ekonomi. Besar kemungkinan  kondisi perekonomian yang diwariskan pada era selanjutnya akan jauh lebih baik. [rif]

Topik: BBMDongeng Utang IndonesiaInternational Monetary Fund (IMF)SBYSurat Berharga Negara (SBN)Utang
Awalil Rizky

Awalil Rizky

Kepala ekonom Pusat Belajar Rakyat | Seorang pembelajar ekonomi yang berupaya memberi informasi dan edukasi (literasi) | Berpandangan bahwa tiap warga negara berhak tahu kondisi ekonomi negeri.

POS LAINNYA

pergerakan ekonomi lomba burung kicau
Terkini

Ikut Sertakan Burung Andalannya, Anies: Ada Pergerakan Ekonomi di Kompetisi Lomba Kicau Burung

7 Agustus 2022
Pertumbuhan Ekonomi Seharusnya Bisa Lebih Tinggi dari 5,44 Persen, Legislator Ini Tunjukkan Indikatornya
Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi Seharusnya Bisa Lebih Tinggi dari 5,44 Persen, Legislator Ini Tunjukkan Indikatornya

7 Agustus 2022
Awalil Rizky: Internet Menjadi Salah Satu Tantangan Mendidik Anak
Terkini

Awalil Rizky: Internet Menjadi Salah Satu Tantangan Mendidik Anak

7 Agustus 2022
Peluncuran Buku di IBF, Anies Ungkap Asal Kata-Kata yang Penuh Inspirasi
Terkini

Peluncuran Buku di IBF, Anies Ungkap Asal Kata-Kata yang Penuh Inspirasi

7 Agustus 2022
Raker Bawaslu RI di Yogyakarta: Dari Serius Hingga Penuh ‘Gerr’
Terkini

Raker Bawaslu RI di Yogyakarta: Dari Serius Hingga Penuh ‘Gerr’

7 Agustus 2022
Jalan, Irigasi, dan Jaringan (Rp Trilyun)
Indikator Ekonomi

Jalan, Irigasi, dan Jaringan (Rp Trilyun)

6 Agustus 2022
Lainnya
Selanjutnya
5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja

5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja

batubara

Permintaan Batubara Eropa Meningkat, Apakah Industri Tambang Indonesia Siap?

TRANSLATE

TERBARU

Apakah Work Life Balance itu Mitos Belaka?

Apakah Work Life Balance itu Mitos Belaka?

8 Agustus 2022
kandungan surat al ashr

Kandungan Surat Al Ashr, Memaknai Sebuah Waktu di Dunia

8 Agustus 2022
APBN Akan Tetap Defisit, Meski Alami Surplus Semester I-2022

APBN Akan Tetap Defisit, Meski Alami Surplus Semester I-2022

8 Agustus 2022
pergerakan ekonomi lomba burung kicau

Ikut Sertakan Burung Andalannya, Anies: Ada Pergerakan Ekonomi di Kompetisi Lomba Kicau Burung

7 Agustus 2022
pemyair pemulung

Penyair Pemulung di Hari Kemerdekaan

7 Agustus 2022
surga di matamu

Surga Di Matamu – Puisi Joe Hasan

7 Agustus 2022
Mei Shin

Sepenggal Riwayat Mei Shin – Cerpen Risen Dhawuh Abdullah

7 Agustus 2022

SOROTAN

Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam
Edukasi

Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam

:: Thomi Rifai
1 Agustus 2022

BARISAN.CO - Umat Muslim barus saja memasuki tahun baru hijriyah yang ke-1444. Kalender Hijriah atau kalender Islam masih digunakan dan...

Selengkapnya
satu abad chairil anwar

Satu Abad Chairil Anwar, Puisi dan Doa

26 Juli 2022
Film Invisible Hopes

Film Invisible Hopes Mengungkap Sisi Gelap Anak-Anak yang Lahir di Jeruji Penjara

23 Juli 2022
Beredar Surat Pengangkatan Tenaga Honorer Jadi PNS, Begini Penjelasan Kemen PANRB

Pegawai Negeri Dibutuhkan, Tetapi Cenderung Tidak Diapresiasi

21 Juli 2022
Marak Praktik Penipuan Mystery Box, Celios Sarankan E-Commerce Lebih Proaktif

Marak Praktik Penipuan Mystery Box, Celios Sarankan E-Commerce Lebih Proaktif

18 Juli 2022
Saat Anies Baswedan Meneladani Karakter dan Ajaran Tuhan Yesus Kristus

Saat Anies Baswedan Meneladani Karakter dan Ajaran Tuhan Yesus Kristus

15 Juli 2022
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang