Scroll untuk baca artikel
Kolom

Energi dari PLTU Cilacap, mengapa tak ke Dusun Bondan? Perjuangan Warga Dusun Bondan Menerangi Hidup di Tengah Ketimpangan Energi

Redaksi
×

Energi dari PLTU Cilacap, mengapa tak ke Dusun Bondan? Perjuangan Warga Dusun Bondan Menerangi Hidup di Tengah Ketimpangan Energi

Sebarkan artikel ini
Energi dari PLTU Cilacap

Asap dari cerobong PLTU terus mengepul, namun cahaya tak pernah sampai ke rumah-rumah di Dusun Bondan. Ketimpangan ini mencerminkan bagaimana sistem energi nasional masih berorientasi pada industri dan ekspor, bukan pada pemenuhan kebutuhan dasar warga.

Pemerintah, sebagai pihak yang memiliki wewenang, seharusnya peka terhadap nasib mereka. Adanya sensus yang dilakukan berulang kali bukan hanya untuk mendata siapa saja yang ada di sana, tetapi seharusnya melihat apa saja yang sekiranya dibutuhkan oleh warganya.

Ketidakpekaan ini menyebabkan pihak swasta yang turun tangan hingga akhirnya muncul permohonan langsung dari warga Dusun Bondan.

Di awal 2024, Jamal memberanikan diri mengajukan permohonan langsung ke PLN. Menyadari bahwa pembangkit hibrida yang ada belum cukup menopang kebutuhan rumah tangga modern, ia menyampaikan aspirasi warganya: mereka ingin listrik yang lebih stabil, lebih kuat, dan bisa diandalkan untuk jangka panjang.

Setelah adanya permohonan langsung ke PLN, mereka mengatakan bahwa mereka tak tahu-menahu akan hal tersebut. Mereka juga menyebut bahwa seharusnya warga sendiri yang berinisiatif melaporkan hal itu.

Sedangkan kepala desa pada waktu itu terus mengatakan sulit untuk melakukan negosiasi, kepala dusun pun seperti tak memiliki harapan. Akhirnya, Jamal sendiri yang mencoba maju untuk memperjuangkan hak-hak yang selama ini seharusnya mereka dapatkan.

Setelah proses yang rumit dan panjang, akhirnya pada awal 2025 PLN resmi masuk ke Dusun Bondan. Setelah bertahun-tahun dan perjuangan yang panjang, akhirnya mereka mendapatkan hak yang sama dengan orang-orang dari luar Dusun Bondan.

Kini, listrik dari PLN menyambung ke rumah-rumah warga, tak lagi dibatasi 500 watt. Ibu-ibu bisa memasak sambil menyetrika, anak-anak bisa belajar di malam hari tanpa takut listrik padam, dan para nelayan bisa menyimpan hasil tangkapannya dalam kulkas tanpa khawatir rusak.

Meski begitu, PLTH tak ditinggalkan. Justru sebaliknya, sistem energi terbarukan ini kini dialihkan untuk kebutuhan yang sama pentingnya: penerangan jalan dan, lebih penting lagi, penyulingan air bersih.

Air di Dusun Bondan bukanlah air tawar. Airnya payau, asin dan tidak layak untuk diminum. Bertahun-tahun warga harus membeli air bersih dari dusun lain, menempuh perjalanan jauh dengan perahu, dan menanggung biaya yang tak sedikit.

“Air bersih dan layak konsumsi paling beli. Kami biasa beli dari luar dusun, itu pun harus pakai kapal,” ujar Jamal.

Kini, berkat listrik dari PLTH, warga bisa menyuling air sendiri menggunakan alat desalinasi sederhana yang berjalan dengan daya dari panel surya. Setetes demi setetes, air yang dulu hanya bisa dibeli, kini bisa dihasilkan sendiri, sebuah kemewahan kecil yang dulu tak terpikirkan.