
Sungai ini menjadi satu-satunya jalur keluar-masuk bagi warga Dusun Bondan. Diapit rawa dan air pasang yang kerap datang tiba-tiba, perjalanan menuju dusun bukan hal mudah (Ningrum Habibah)
Karena lingkungan mereka diapit oleh rawa, kadang saat pasang akan ada banjir kecil-kecilan. Hal ini tentu mengganggu aktivitas warga, walau hanya sebentar.
“Kalau air pasang, kadang bisa sampai ada banjir kecil. Memang tidak lama, hanya satu jam saja, tetapi tetap mengganggu aktivitas,” kata Jamal, warga Dusun Bondan sekaligus pengelola PLTH di sana.
Ketika listrik belum ada, kondisi geografis ini membuat bantuan sulit datang. Namun, warga tak menyerah. Melalui dana dari Pertamina, mereka bergotong royong mengangkut panel surya, tiang, hingga kabel listrik menggunakan perahu kecil dan memanggulnya bersama di tengah panas dan lumpur.
Di balik cahaya yang kini menerangi Dusun Bondan, ada sosok Mohamad Jamaludin yang tak pernah lelah berjuang. Dengan tekad dan kesabaran, ia menjadi penggerak perubahan (Ningrum Habibah)
Saat ini, Jamal, warga Dusun Bondan, sedang memperjuangkan pembangunan infrastruktur agar dapat memadai dan digunakan bersama. Ia menggagas pembuatan jembatan yang menjadi akses antara dua bagian yang memisahkan Dusun Bondan.
Ia juga menjadi perantara pembangunan masjid yang dibantu oleh donasi melalui media sosial. Sebuah lembaga donatur sosial memutuskan untuk membantu warga Bondan membangun masjid. Namun, niat baik pun tidak selalu disambut baik oleh semua pihak.
Tidak sedikit warga Dusun Bondan yang menyimpan keraguan dan bahkan mencemooh upaya yang dilakukan Jamal. Bagi sebagian warga, perjuangan menghadirkan listrik dan perubahan terasa seperti janji kosong yang sulit dipercaya.
Mereka sudah terbiasa dengan keadaan lama, di mana gelap dan kesulitan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang tak terhindarkan. Ketika Jamal mencoba mengusung gagasan baru, ada rasa skeptisisme yang mengakar kuat, seolah mempertanyakan apakah perubahan itu benar-benar mungkin terjadi.
Situasi semakin rumit ketika dukungan dari aparat desa dan kepala dusun, yang semestinya menjadi pengayom dan fasilitator, terkadang terasa kurang maksimal.
Ada kesan bahwa nasib Dusun Bondan dan warganya tidak mendapatkan perhatian serius dari pihak-pihak berwenang.
Sikap acuh tak acuh, atau bahkan kurang respek terhadap aspirasi warga yang berjuang keras ini, menambah beban emosional yang harus ditanggung Jamal dan kelompok kecil pendukungnya. Dalam beberapa kesempatan, mereka merasa perjuangan mereka seperti berjalan sendirian, tanpa sokongan yang memadai dari pemimpin setempat.