Scroll untuk baca artikel
Terkini

Epidemiolog UI: Pelonggaran Masker, Kesalahan Interpretasi

Redaksi
×

Epidemiolog UI: Pelonggaran Masker, Kesalahan Interpretasi

Sebarkan artikel ini

Epedimiolog UI, Pandu Riono mengungkapkan, strategi pemerintah sebenarnya sudah tepat, namun pelonggaran masker bisa menyabotase yang telah dilakukan selama ini.

BARISAN.CO – Pada Selasa (17/5/2022), Presiden Joko Widodo mengumumkan kebijakan pelonggaran masker. Keputusan itu diambil setelah melihat tren kasus Covid-19 yang cenderung melandai.

Kebijakan itu menuai kritik, termasuk dari Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono. Menurutnya, kebijakan pelonggaran masker itu kesalahan interpretasi. Hal itu ia sampaikan dalam webinar Forum Dialog Nasional (FDN) bertema Peranan Presidensi G20 Menghadapi Krisis Multidimensional.

“Pak Presiden ga tahu kenapa, tiba-tiba melakukan pelonggaran terhadap masker padahal masker dan vaksin itu andalan kita. Dengan demikian, maka yang dilonggarkan itu apa? Pembatasan kegiatan manusia,” kata Pandu pada Selasa (24/5/2022)

Pandu menjelaskan, seharusnya PPKM yang dihentikan. Dia berpendapat, saat ini, Indonesia harus melakukan pemulihan ekonomi.

Recover dengan lebih baik, stronger. Bukan dengan melepas masker, tapi andalannya kita menggunakan masker dan vaksinasi booster. Karena itu yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan tingkat imunitas penduduk,” papar Pandu.

Pandu menambahkan, penularan masih ada dan pandemi belum selesai. Namun, Indonesia tidak perlu menunggu pandemi selesai dan tuntas baru bergerak.

“Jadi, salah besar kalau ada anggapan orang-orang public health hanya memikirkan kesehatan. Tidak! Kita ngerti kok konsep pandeminomics, kita ngerti untuk membatasi pergerakan penduduk itu bersifat emergency. Sifatnya sementara,” tambah penerima gelar Master di bidang Biostatistik dari University of Pittsburgh ini.

Namun demikian, Pandu menyampaikan, lain cerita jika kasusnya seperti di Cina yang memang menggunakan konsep zero Covid.

“Kalau kita tidak zero Covid, kita menekan kematian dan menekan hospitalisasi. Covid pasti ada, pasti terjadi. Tidak bisa dihindari karena sulit sekali untuk menekan sampai tingkat zero itu,” tambahnya.

Pandu melanjutkan, sehingga mereka yang melakukan lockdown akan berdampak sangat dahsyat untuk ekonomi.

“Seperti Shanghai, Cina, kalau itu total lockdown bagaimana industri ekonomi yang di Cina menjadi pasukan dunia yang juga akan mengalami goncangan terhadap dunia? Karena kebijakannya keliru,” tuturnya.

Pandu membeberkan, cakupan vaksinasi lansia di Indonesia jauh lebih baik ketimbang Cina.

“Walau mereka punya vaksin, cakupan vaksinasi pada lansia tidak merata sehingga banyak kematian pada kelompok lansia. Indonesia memfokuskan pada lansia sehingga pada survei terakhir, kelompok lansia itu punya imunitas yang terbaik dibandingkan yang umur muda,” jelasnya.

Pandu mengungkapkan, strategi pemerintah sebenarnya sudah tepat, namun pelonggaran masker bisa menyabotase apa yang telah dilakukan selama ini.

“Saya dengan beberapa teman tidak sepakat atau tidak setuju dengan kebijakan yang diambil oleh Presiden dalam masalah seperti ini,” tegas Pandu.

Bagi Pandu, pandemi adalah ujian kepemimpinan bukan hanya ilmu karena begitu ilmu diterjemahkan ke dalam kebijakan publik, keputusan politik, intergrasi, dan sistem pemerintahan itu menjadi penting.

“Oleh karena itu, dalam masalah-masalah global system, leadership dan sistem politiknya harus berpihak pada publik. Kalau tidak berpihak pada publik, berpihaknya pada pemodal itu juga akan bisa menyabotase dari rencana-rencana kita. Jadi, sebenarnya krisis ini harus membuat kita belajar lagi untuk bagaimana tujuan bermasyarakat, menjadi negara global, melakukan kerja sama internasional dan di dalam negara,” ujar Pandu. [rif]