BARISAN.CO – Belum kelar ‘perang’ melawan dengan varian Delta dan Delta Plus, dunia kembali khawatir dengan munculnya mutasi virus corona baru bernama Omicron.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengelompokkan varian ini ke dalam kategori kewaspadaan tertinggi atau variant of concern (VOC) berdasarkan pengamatan pada perkembangan mutasi yang cepat.
Mengutip WHO, sampel pertama varian asal Afrika Selatan ini ditemukan pada 9 November 2021 dan dilaporkan ke WHO pada 27 November.
Technical Advisory Group on SARS-COV-2 Virus Evolution/TAG-VE mencatat, varian ini miliki banyak mutasi dan beberapa di antaranya mengkhawatirkan. Indikasi awal menunjukkan risiko tinggi teinfeksi dibandingkan varian lainnya.
Lebih Cepat Menular
Dalam beberapa minggu terakhir, infeksi telah meningkat tajam, bertepatan dengan deteksi varian B.1.1.529. Infeksi B.1.1.529 terkonfirmasi pertama yang diketahui berasal dari spesimen yang dikumpulkan pada 9 November 2021.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, Omicron ini kemungkinan besar memiliki kecepatan dalam penularan dan mampu menurunkan kemampuan antibodi.
“Omicron ini studinya masih berjalan. Untuk transmisi penularan, kemungkinan besar dia lebih cepat penularan. Apakah dia bisa escape immunity atau menurunkan kemampuan antibodi dari infeksi atau vaksinasi sebelumnya? Kemungkinan besar iya,” kata Budi dalam konferensi persnya, Minggu (28/11/2021).
Namun, ia belum bisa memastikan apakah varian Omicron bisa meningkatkan keparahan kepada orang yang terinfeksi varian tersebut.
Ia juga memastikan semua kemungkinan-kemungkinan tadi belum terkonfirmasi secara valid. Pasalnya, para ahli masih melakukan riset terkait perilaku virus tersebut.
“Tapi belum dikonfirmasi. Karena masih diteliti terus oleh ahlinya,” katanya.
Kemunculnya Karena Banyaknya Mutasi
Pakar ilmu kesehatan Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan Omicron adalah mutasi terbanyak virus COVID-19 yang terjadi selama ini dan sebagian mutasi ini berjenis baru.
Pertimbangan utamanya adalah karena banyaknya mutasi yang terjadi, ada yang mengatakan 30 di spike protein dan ada juga yg menyatakan sampai 50 total mutasi.
Tjandra mengkhawatirkan, mutasi dalam jumlah banyak dan cepat dapat memicu penyebaran yang cepat seperti yang terjadi di Afrika.
Selain itu, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini memperkirakan ada kemungkinan infeksi ulang hingga serangan pada sistem imun.
Gejala
Mengutip dari NY Post, Dr. Angelique Coetzee yang mengepalai Asosiasi Medis Afrika Selatan (SAMA) mengatakan varian Omicron memiliki gejala tidak biasa tetapi ringan pada pasien yang sehat.
Dari sekitar 20 pasien yang positif dan menunjukkan gejala varian baru dan setengahnya belum memperoleh vaksin, tak satu pun dari mereka yang terinfeksi mengalami kehilangan indra penciuman atau rasa, meski sedikit batuk.
Beberapa menunjukkan gejala nyeri otot dan kelelahan selama satu atau dua hari tidak enak badan.
Coetzee khawatir pasien lanjut usia atau yang belum memperoleh vaksina dapat mengalami gejala lebih parah, terutama mereka yang memiliki komorbid seperti gula atau penyakit jantung.
Saran WHO
WHO pun merekomendasikan agar negara-negara melakukan serangkaian langkah, sebagai berikut:
- Memperkuat upaya surveillance dan sequencing untuk ebih memahami peredaran varian Covid-19.
- Menyampaikan genome sequence yang lengkap dan metadata terkaitnya ke database publik (GISAID).
- Melaporkan kasus/kluster yg terkait dgn VO ke WHO melalui mekanisme IHR.
- Bila memiliki kapasitas, melakukan investigasi lapangan dan assessment lab untuk memperkaya pemahaman mengenai dampak terhadap epidemiologi, severity, efektivitas public health and social measures, alat diagnostik, dampak imunitas, netralisasi terhadap antibodi dan karakteristik lainnya.
Saat ini, beberapa negara termasuk Indonesia telah menghentikan penerbangan langsung dari kawasan Afrika. [rif]