BARISAN.CO – Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri fntech lending merugi sebesar Rp.25,41 miliar pada Maret 2022. Dibandingkan bulan sebelumnya, hasil itu tentu mengecewakan. Pasalnya, pada Februari 2022, industri fintech lending justru mampu meraup laba sekitar Rp.7,56 miliar.
Artinya, sejak industri fintech lending bergeliat pada 2016 lalu, industri ini masih kesusahan untuk konsisten meraup keuntungan. Sejumlah faktor ditengarai menjadi penyebabnya.
Mengutip dari Kontan (26/06/2022), dalam pandangan Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah, lantaran sebagian besar perusahaan fintech lending baru mengantongi izin OJK, dampaknya industri fintech lending belum dapat mencetak laba.
Aspek legalitas berpengaruh signifikan terhadap reputasi perusahaan. Itu karenanya, status berizin dari regulator dibutuhkan perusahaan fintech lender untuk memberikan kepercayaan kepada pemberi dana (lender).
Untungnya, saat ini mayoritas perusahaan fintech lending sudah memperoleh izin. Menurut Kuseryansyah, itu adalah hal yang tepat bagi perusahaan-perusahaan itu mulai mencetak laba. Setidaknya, ia memperkirakan butuh waktu sekitar dua sampai tiga tahun setelah berizin.
Namun, Kuseryansyah juga tidak menampik perkiraannya itu bisa saja meleset karena disebabkan beberapa hal. “Kalau tahun 2024 atau 2025 ada (perusahaan fintech lending) yang negatif, baru kita lihat apakah mereka salah strategi pemasaran termasuk strategi bisnisnya atau salah dari sisi governance-nya,” jelasnya.
Pandemi Jadi Tantangan
Sementara itu, pandemi Covid-19 juga menjadi tantangan bagi industri fintech lending seperti yang dialami layanan jasa keuangan lainnya. Kendati sudah banyak perusahaan fintech lending yang memperoleh izin dari OJK, tapi mereka terbatas dalam menyalurkan pembiayaaan.
Persebaran market share industri fintech lending masih terkonsentrasi pada pihak tertentu. Berdasarkan data OJK per April 2022, 20% dari jumlah perusahaan fintech lending menguasai sekitar 80% pasar. Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK, Bambang W. Budiawan berharap pemain kecil dalam industri fintech lending dapat berkontribusi lebih besar lagi, khususnya dengan menyalurkan pendanaan ke sektor produktif.
“Melalui dorongan pembuatan ekosistem agar para penyelenggara dapat memperluas kerja sama dengan berbagai pihak, khususnya dalam penyaluran kepada sektor produktif,” terang Bambang, dikutip dari Kontan (26/06/2022).
Pemain Fintech Lending yang Masih Merugi
Akseleran adalah salah satu perusahaan fintech lending yang masih merugi. Berdasarkan laporan keuangan 2021 yang dipublikasi di lamannya, kerugian Akseleran mencapai Rp.9,41 miliar. Untungnya, dibandingkan tahun sebelumnya, kinerja bisnis Akseleran masih lebih baik, dimana kerugian Akseleran pada 2020 sebesar Rp.23,84 miliar.
Menurut CEO Akseleran, Ivan Nikolas, kerugian yang ditelan perusahaannya masih terbilang wajar sebagaimana kebanyakan start up lainnya. Kerugian itu banyak disebabkan oleh biaya operasional yang pada 2021 mencapai sekitar Rp.44,7 miliar. Untuk itu, dalam waktu cepat skala usaha Akseleran mesti ditingkatkan supaya segera mencetak laba.
Akseleran juga tidak sendiri, ada perusahan fintech lending lain yang masih mencatat rugi, seperti Modalku dan Investree. Sudah eksis sejak 2016 lalu, Modalku menelan kerugian sebesar Rp.22,3 miliar pada 2021. Sama halnya dengan Investree, di tahun yang sama, masih mencatatkan kerugian sebesar Rp.27,8 miliar. [rif]