“Fakta membuktikan, murid yang menjalani lima hari sekolah, tak punya lagi waktu mengaji dan belajar agama di madrasah diniyyah. Sehingga mereka sangat kurang mendapat pendidikan agama,” tandasnya.
Aspirasi Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kota Semarang diterima FPKB DPRD Kota Semarang saat hari libur kerja. Namun demikian tidak menyurutkan anggota Fraksi PKN yaitu Sodri, Febri, Rohaini dan Juan Rama, hadir menemui para guru madrasah diniyyah di kantor.
Ketua Fraksi PKB H Sodri menanggapi, apa yang disampaikan para pengurus FKDT benar adanya. Bahwa para muris SD dan SMP akan kehilangan kesempatan belajar agama di madarasah diniyyah maupun mengaji di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).
“Bahkan dalam jangka panjang bisa menjauhkan anak dari masjid dan agama (Islam),” sambungnya.
Hal itu tentu menurut Sodri mengkhawatirkan, sebab pemerintah selama ini belum pernah mampu memberikan pendidikan keagamaan sebagus Madrasah Diniyyah maupu TPQ.
“Kami semua satu pikiran dan perasaan dengan teman-teman FKDT. Kita semua prihatin atas nasib moral anak-anak kita jika tak mengaji dan belajar agama. Dalam lima tahun Madrasah Diniyyah dan TPQ bisa hilang jika aturan sekolah lima hari itu diberlakukan sekarang,” papar Sodri.
Anggota Fraksi PKB yang duduk di Komisi D (Membidangi Pendidikan) HM Rohaini melanjutkan, keprihatinan juga menyangkut mental-kejiwaan anak-anak. Dia katakan, jika anak SD dan SMP sekolah lima hari alias belajar hingga sore, pulang sudah lelah.
“Waktu bermain berkurang, intensitas kedekatan dengan keluarga juga berkurang,” ujar HM Rohaini.
Selain itu, sambung dia, faktor ekonomi juga terpengaruh. Yakni, para orang tua yang biasanya memberi sangu anaknya misal Rp 5 ribu, kini harus menambah menjadi misal Rp 10 karena anaknya pulang sekolah hingga sore.
“Kita patur prihatin pada kondisi mental kejiwaan anak-anak juga. Waktu bermain berkurang. Pulang sekolah sudah kelelahan, dan interaksi dengan keluarga juga berkurang,” tuturnya. [Luk]