Scroll untuk baca artikel
Terkini

Identik dengan Malam Pergantian Tahun, Begini Sejarah Jagung di Indonesia

Redaksi
×

Identik dengan Malam Pergantian Tahun, Begini Sejarah Jagung di Indonesia

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Pernah anda terpikir kenapa jagung sangat identik dengan kegiatan bakar-bakaran di kalangan masyarakat Indonesia di saat malam pergantian tahun?

Tak ada referensi yang pas untuk menjelaskan kapan kebiasaan bakar jagung saat malam tahun ini mulai berlangsung.

Jagung menjadi hidangan yang tak ketinggalan ketika perayaan pergantian tahun baru. Sederhana namun di dalamnya ada makna yang mengesankan.

Jagung jadi opsi bahan makanan yang murah meriah. Dari segi harga, jagung menang telak dari daging. Dengan bujet yang sama untuk sekilo daging misalnya, kita bisa mendapatkan jagung yang cukup untuk memberi makan lebih banyak orang.

Karena harganya lebih terjangkau, meski pada momen menjelang pergantian tahun, harganya naik sampai dua kali lipat, namun jagung bisa relatif bisa dibeli oleh seluruh lapisan masyarakat. Berbeda dengan daging yang belum tentu bisa dijangkau masyarakat kelas bawah.

Lagi pula ketersediaan jagung di Indonesia sangat melimpah. Waktu panennya pun relatif singkat, jadi para petani bisa membudidayakannya dengan lebih mudah.

Sejarah Jagung

Jagung pula di beberapa daerah Indonesia menjadi makanan pokok, seperti di Madura dan Nusa Tenggara Timur.

Setijati d. Sastrapradja dalam bukunya yang berjudul “perjalanan panjang tanaman indonesia” mengatakan bahwa jagung tidaklah berasal dari Indonesia.

Teori yang banyak berkembang saat ini menyatakan bahwa jagung didomestikasi pertama kali oleh penghuni lembah tehuacan, meksiko. Petunjuk-petunjuk arkeologi mengarah pada budidaya jagung primitif di bagian selatan Meksiko, Amerika Tengah, sejak 7 000 tahun lalu.

Pengembaraan jagung ke Asia dipercepat dengan terbukanya jalur barat yang dipelopori oleh armada pimpinan Ferdinand Magellan melintasi Samudera Pasifik. Di tempat-tempat baru ini jagung relatif mudah beradaptasi karena tanaman ini memiliki plastisitas fenotipe yang tinggi.

Jagung masuk ke-Indonesia diperkirakan pada abad ke-16 oleh penjelajah Portugis. Di Indonesia (Nusantara), berbagai macam nama dipakai untuk menyebut jagung.

Kata “jagung” menurut Denys Lombard merupakan penyingkatan dari jawa agung, berarti “jewawut besar”, nama yang digunakan orang Jawa.

Beberapa nama daerah adalah jagong (Sunda, Aceh, Batak, Ambon), jago (Bima), jhaghung (Madura), rigi (Nias), eyako (Enggano), wataru (Sumba), latung (Flores), fata (Solor), pena (Timor), gandung (Toraja), kastela (Halmahera), telo (Tidore), binthe atau binde (Gorontalo dan Buol), dan barelle´ (Bugis).

Di kawasan timur Indonesia juga dipakai luas istilah milu, yang jelas berasal dari milho, berarti “jagung” dalam bahasa Portugis.

Dalam perjalanannya, jagung secara simbolik menjadi alat perekat kebersamaan dan identitas personal bagi seseorang, yang tak ingin kehilangan ciri asalnya, bahwa dia punya darah orang kampung. [rif]