Scroll untuk baca artikel
Berita

Janji Besar Prabowo vs Realita Ekonomi 2025: Benarkah Kita di Ambang Krisis?

×

Janji Besar Prabowo vs Realita Ekonomi 2025: Benarkah Kita di Ambang Krisis?

Sebarkan artikel ini
Realita Ekonomi 2025
Universitas Paramadina menyelenggarakan diskusi publik bertajuk "IMF Memprediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025-2026 Hanya 4,7%: Indonesia Bisa Apa?

“Pasar Indonesia besar, namun gap antara desain kebijakan dan realisasi di lapangan masih menjadi kendala utama” ujarnya.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Dr. Piter Abdullah, dalam kesempatan tersebut mengungkapkan keprihatinannya terhadap tren penurunan kondisi ekonomi domestik.

“Gelombang PHK saat ini merupakan kelanjutan dari fenomena 2024, namun skalanya diperkirakan jauh lebih besar tahun ini” ungkap Piter.

Ia menambahkan, laporan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Maret 2025 menunjukkan adanya degradasi, terutama pada kelompok masyarakat menengah ke bawah, meski indeks secara keseluruhan masih di zona optimistis.

Ia menekankan bahwa menurunnya daya beli adalah konsekuensi logis dari memburuknya kondisi pasar tenaga kerja.

Piter mengkritisi narasi bahwa daya beli masyarakat masih kuat, hanya berdasarkan peningkatan penjualan mobil listrik.

“Ini argumen menyesatkan. Penurunan daya beli justru terjadi di mayoritas kelompok menengah ke bawah, sementara kekayaan kelompok atas meningkat sejak pandemi” tegasnya.

Penurunan indeks penjualan riil selama Ramadan dan Idulfitri serta berkurangnya jumlah pemudik mempertegas lemahnya konsumsi domestik. Menurutnya, rendahnya inflasi inti, yang turun ke kisaran 1%, bukanlah prestasi, melainkan sinyal lemahnya permintaan domestik.

“Jika tren ini tidak segera diantisipasi, menjaga bahkan memperbaiki pertumbuhan ekonomi nasional akan menjadi tantangan besar” katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, menyampaikan pandangannya mengenai kondisi perekonomian Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global.

Dalam paparannya, Yose menegaskan bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia bukanlah fenomena tunggal, melainkan dialami juga oleh banyak negara lain.

“IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 4,0%. Namun perlu digarisbawahi bahwa proyeksi yang direvisi ke bawah ini juga terjadi di banyak negara, termasuk Vietnam yang bahkan diperkirakan turun 1,3%” ujar Yose Rizal.

Meski demikian, Yose mengingatkan bahwa Indonesia yang kerap disebut sebagai ‘Komodo Dragon’ karena ketangguhan ekonominya, kini menghadapi tekanan yang cukup besar dari dalam negeri.

“Kondisi domestik kita tidak baik-baik saja. Kita menghadapi berbagai masalah mulai dari persoalan fiskal, moneter, neraca eksternal, sektor riil, iklim usaha, ketenagakerjaan hingga daya beli masyarakat” jelasnya.

Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa arah kebijakan ekonomi yang tidak menjanjikan turut memperbesar risiko tersebut. Yose juga menyoroti fenomena melemahnya dolar Amerika Serikat (US Dollar) sejak Januari 2025 terhadap berbagai mata uang dunia.