Setelah Elon Musk resmi membeli Twitter, banyak pihak yang khawatir jika dia akan mengizinkan Donald Trump kembali. Kini, kekhawatiran itu pun menjadi kenyataan.
BARISAN.CO – Kebebasan berbicara ialah konsep hak asasi manusia untuk menyuarakan pendapat di depan umum tanpa rasa takut sensor atau hukuman pemerintah. Sebagi negara demokrasi, Amerika Serikat menjunjung tinggi hak tersebut. Hal itu tertuang dalam Amendemen Pertama yang disahkan pada 15 Desember 1791 sebagai bagian dari Bill of Rights.
Namun demikian, kebebasan berbicara terkadang melewati batas yang penuh dengan kebencian, bahaya, dan kontroversi. Contoh kasus yang masih melekat diingatan ialah Donald Trump mulai dari ujaran kebencian hingga menganggungkan kekerasan melalui Twitter.
Tahun lalu, Twitter pun mengambil langkah cukup keras terhadap Trump dengan menangguhkan akunnya secara permanen karena khawatir cuitannya dapat memicu kekerasan lebih lanjut di US Capitol.
Pada 25 April 2022, Elon Musk resmi membeli Twitter. Banyak pihak khawatir akan keputusan itu termasuk pejabat Gedung Putih AS karena kemungkinan Trump akan dipersilakan kembali ke Twitter.
Mengutip CNBC, anggota lingkaran dalam Biden dan ahli strategi partai menyebut, dengan begitu akan ada peraduan antara Biden dan Trump menjelang pemilihan presiden AS 2024.
“Sekarang, Trump akan menggunakan Twitter untuk melakukan lebih banyak kerusakan agar mendapatkan kembali kekuasaan pada 2022 dan 2022. Sementara Elon Musk, tidak memberikan indikasi bahwa dia akan melalukan apa pun untuk menghentikannya,” Mary Anne Marsh, ahli strategi veteran Demokrat AS.
Kekhawatiran itu pun jadi kenyataan. Berbicara di konferensi Financial Times, Elon menyampaikan, akan membatalkan larangan Twitter terdapat Trump jika pengambilalihan telah selesai sepenuhnya.
“Saya akan membatalkan larangan permanen,” kata Elon, Selasa (10/5/2022).
Menurut Elon, pelarangan itu adalah sebuah kesalahan.
“Melarang Trump dari Twitetr tidak akan mengakhiri suaranya; itu akan memperkuatnya di antara yang benar. Dan, itula saya pikir, itu adalah keputusan yang buruk secara moral dan sangat bodoh,” ujar Elon.
Akan tetapi, Trump jauh-jauh hari menyebut, tidak akan kembali ke platform Twitter, meski Elon telah membelinya. Dia lebih memilih tetap menggunakan aplikasi besutannya sendiri, TRUTH Social.
Namun, banyak lawan politiknya yang tidak mempercayai itu. Terlebih audiens Twitter jauh lebih besar.
Jubir Gedung Putih AS, Jen Psaki mengungkapkan keprihatinannya tentang disinformasi di situs media sosial.
“Saya akan mengatakan itu adalah keputusan perusahaan swasta untuk membuat siapa yang akan dan tidak akan diizinkan di platformnya,” kata Jen.
Dia menambahkan, pemerintah AS akan memastikan kebebasan berbicara dilindungi di seluruh negeri, namun Twitter diharapkan tidak menjadi forum disinformasi.
Setelah resmi membeli Twitetr, kelompok hak sipil AS, National Association for the Advancement of Colored People (NAACP) memperingatkan agar orang terkaya di dunia itu tidak mengizinkan Trump kembali.
“Mr. Musk, kebebeasan berbicara itu luar biasa, ujaran kebencian tidak dapat diterima. Disinformasi, misinformasi, dan ujaran kebencian TIDAK ADA TEMPAT di Twitetr,” tegas NAACP dalam sebuah pernyataan. [rif]