Scroll untuk baca artikel
Terkini

Kemenaker Kurang Sumber Daya Awasi Meningkatnya Jumlah Pekerja Anak

Redaksi
×

Kemenaker Kurang Sumber Daya Awasi Meningkatnya Jumlah Pekerja Anak

Sebarkan artikel ini

Komisioner KPAI bidang Perdagangan dan Eksploitasi Anak, Ai Maryati Solihah mengatkan belum adanya kebijakan khusus dalam menangani pekerja anak selama pandemi ini. Menurut Ai, risiko eksploitasi pekerja anak serta perdagangan manusia saat ini jauh lebih tinggi.

Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Keumala Dewi menyampaikan sebelum pandemi, beberapa anak bekerja setelah pulang sekolah.

“Tapi selama pandemi, mereka harus bekerja dari pagi hingga sore untuk memenuhi target atau mendapatkan uang tambahan bagi keluarganya karena orangtua mereka kehilangan pekerjaan. Mereka tidak lagi memisahkan waktu antara belajar dan bekerja. Ini mungkin salah satu dampak negatif dari pembelajaran dari rumah yang tidak dikontrol oleh pemerintah” kata Keumala.

Pada 2019, pemerintah menerbitkan laporan Profil Anak Indoneisa yang menyediakan informasi tentang data pekerja anak. Pemerintah juga meningkatkan dana pengawasan ketenagakerjaan dari US$10,2 juta tahun 2018 menjadi US$16,7 juta di tahun 2019, dengan dana khusus yang dialokasikan untuk menegakkan peraturan pekerja anak.

Kementerian Tenaga Kerja terus mengalami kekurangan sumber daya keuangan serta personel dalam menegakkan undang-undang pekerja anak secara utuh di seluruh negeri.

Selain itu, pemerintah tidak memublikasikan informasi penegakan pidana mengenai jumlah penyelidikan yang dilakukan, penemuan pelanggaran, awal penuntutan, serta hukuman atas kejahatan yang berhubungan dengan bentuk pekerjaan bagi anak-anak.

Anak-anak melakukan tugas berbahaya di pertanian dan perkebunan termasuk produksi minyak sawit serta tembakau. Selain itu, anak-anak di tanah air terlibat dalam bentuk pekerjaan terburuk termasuk dalam eksploitasi seksual komersial dan terkadang sebagai akibat dari perdagangan manusia.

Seperti yang terjadi belum lama ini, artis Cynthiara Alona menjadi tersangka prostitusi yang melibatkan 15 anak di bawah umur. Dalam menjerat korban, modus yang digunakan salah satunya adalah tawaran pekerjaan.

Hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Maret 2020 menemukan tidak ada pekerja anak di perkebunan perusahan sawit berskala besar, namun bekerja di perkebunan sawit milik keluarga. Hal itu berbanding terbalik dengan hasil temuan Associated Press (AP) jika anak-anak masih bekerja di perusahaan kelapa sawit.

Biji sawit merupakan bahan baku pangan sereal, permen, dan es krim dijual oleh Nestle, Unilever, Kellogg’s, PepsiCo, dan beberapa perusahaan raksasa lainnya termasuk Ferrero.

Dalam laporannya, AP menyebut ada puluhan ribu anak yang bekerja bersama orangtuanya di Indonesia dan Malaysia dan sebagian besar pekerja anak dibayar dengan upah rendah dan bahkan tidak dibayar sama sekali. Bukan itu saja, mereka berisiko terpapar bahan kimia beracun dan dampak kesehatan yang membahayakan.