Scroll untuk baca artikel
Berita

KH Ubaidullah Shodaqoh: Tayangan Trans7 Cederai Marwah Kiai, Negara Harus Tegas

×

KH Ubaidullah Shodaqoh: Tayangan Trans7 Cederai Marwah Kiai, Negara Harus Tegas

Sebarkan artikel ini
KH Ubaidullah Shodaqoh trans7
KH Ubaidullah Shodaqoh trans7

Tayangan yang berpotensi menyinggung tokoh agama, lanjutnya, dapat memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap media dan menimbulkan keresahan di tengah umat.

Ajak Santri dan Nahdliyin Merapatkan Barisan

Dalam poin keempat pernyataannya, KH Ubaidullah juga mengajak seluruh warga Nahdliyin, para santri, kiai, dan kalangan pesantren untuk memperkuat solidaritas.

Ia mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap segala bentuk upaya yang dapat memecah belah internal NU.

“Kami mengajak warga Nahdliyin, santri, kiai, dan pondok pesantren untuk merapatkan barisan dan mewaspadai ancaman serta gerakan yang dapat memecah NU,” tulisnya.

Ajakan ini, menurutnya, bukan sekadar respons emosional, tetapi langkah moral agar kalangan pesantren tetap menjaga kesatuan dan marwahnya di tengah tantangan zaman, termasuk dalam menghadapi arus informasi digital dan media hiburan yang kian bebas.

Setelah pernyataan tersebut dirilis, banyak kalangan santri dan alumni pesantren di Jawa Tengah memberikan dukungan kepada KH Ubaidullah. Mereka menilai sikap itu mencerminkan ketegasan ulama dalam menjaga kehormatan pesantren dan kiai.

Ninik Ambarwati, alumni Pondok Pesantren Attanwir, Talun Bojonegoro, menilai pernyataan KH Ubaidullah Shodaqoh mencerminkan ketegasan ulama yang tetap berpijak pada akhlak dan adab pesantren.

Menurutnya, langkah tersebut bukan bentuk kemarahan emosional, melainkan bentuk tanggung jawab moral untuk menjaga marwah kiai dan dunia pesantren dari narasi media yang tidak proporsional.

“Pesantren itu tempat lahirnya adab dan keilmuan. Kalau simbol moral bangsa dilecehkan, maka yang dirusak bukan hanya lembaga, tapi akar budaya bangsa,” ujarnya.

Sebagai pengasuh Suluh Ar-Rosyid, Ninik menambahkan bahwa fenomena ini harus menjadi pelajaran bagi media agar lebih berhati-hati dalam mengemas konten.

Ia menegaskan, media semestinya menjadi jembatan pengetahuan dan nilai, bukan alat provokasi yang justru menimbulkan perpecahan.

“Kami berharap kasus ini jadi momentum introspeksi. Santri, kiai, dan media harus sama-sama menguatkan etika publik agar bangsa ini tetap beradab,” tutupnya. []