PONDOK Pesantren Kulon Banon, cerita ini dimulai. Saya tiba-tiba meminta mondok kepada bapak, tapi mondok di Jawa Timur. Lalu saya dibawa mondok di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Di Komplek Al-Hikmah dibawah asuhan KH Sulthon Abdul Hadi. Saya tidak tahu kenapa ditaruh di komplek ini. Ketika saya dijenguk bapak, Ibu Nyai yakni Musyarofah Fatah memanggil bapak dengan sebutan Mbah Yai.
Ternyata geneologi keilmuan pesantren ini tersambung, bahasa kerennya “sanad”. Hal ini saya dapatkan setelah selesai dari mondok.
Kiai saya KH Sulthon Abdul Hadi dan sebelahnya adalah komplek Fathimiyyah yang diasuh KH Abd Nashir Fatah. Kiai Sulthon menanti dari KH Abdul Fattah Hasyim, sedangkan Kiai Nashir adalah anaknya KH Abdul Fattah Hasyim.
Dua kiai tersebut yakni Kiai Nashir dan Kiai Sulthon belajar sama KH Sahal Mahfudz di Mathali’ul Falah Kajen Pati. KH Sahal Mahfudz sebagaimana Kiai Sulthon dan KH Djamaluddin Ahmad menjadi menantu KH. Abdul Fattah Hasyim.
Cuman bedanya, Kiai Sulthon dan Kiai Djamal tinggal di PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, sementara KH Sahal Mahfudz mengasuh Pondok Pesantren Maslahul Huda Kajen Pati.
Kiai Sulthon dan Kiai Nashir diajar KH Sahal Mahfudz di Perguruan Mathali’ul Falah waktu jadi santri di Pati.
Ternyata bapak saya termasuk alumni Mathali’ul Falah Kajen Pati, namun diajar ayah KH Sahal Mahfudz.
Bapak menjadi santri di Pondok Pesantren Kulon Banon yang diasuh KH Thohir Nawawi murid dari KH Hasyim Asyari
Di Mathali’ul Falah diajar orang tua KH Sahal Mahfudz yakni KH. Mahfud Salam dan KH Abdullah Salam.
Menurut cerita Bapak, KH Sahal Mahfudz dulu tidak pintar. Karena semasa umuran itu, KH Sahal Mahfudz tidak hafal alfiah. Baru setelah haji atau ke Arab Saudi dua kali, KH Sahal Mahfudz mulai menunjukan kepintarannya.
Bahkan dulu di Mathali’ul Falah pernah ada demo alias protes yang dilakukan para santri meminta setoran alfiyah 1000 bait dikurangi setengahnya yakni 500 bait. Sebab di Mathali’ul Falah kelas 3 itu sudah harus hafal alfiyah 1000 bait.
Termasuk bapak ikut protes, namun tidak berhasil. Saat ujian, ternyata para santri yang protes tidak lulus setoran alfiah, dan hanya bapak yang lulus setoran dalam waktu 15 menit.
Bapak termasuk orang yang diberi mandat mengajar kelas 5, meski bapak baru kelas 3. Jadi secara kesantrian, bapak termasuk yunior yang diberi mandat mengajar senior. Sebab sebelum mondok di Pati, bapak sudah bisa membaca kitab karena pernah mondok di Mranggen (cuman saya tidak tahu nama pondoknya, hanya menyebut di Mranggen).
Bapak termasuk lurah pondok terlama di Pondok Pesantren Kulon Banon, sebab era sebelumnya menjadi lurah pondok hanya sebentar. Menurut cerita, sebentarnya menjadi lurah pondok karena anak-anak KH Thohir Nawawi ikut campur.
Namun Bapak saya bisa mengkondisikannya, sehingga bapak dianggap termasuk lurah pondok paling lama dibandingkan era sebelumnya dan anak-anak dari KH Thohir Nawawi banyak yang masih kecil-kecil.
Dulu di era bapak, nama Kiai Thohir Nawawi termasuk yang paling dikenal daripada Kiai Abdullah Salam yang hafal Al-Qur’an.
Menurut cerita bapak, bapak acapkali memperbaiki rumah Kiai Thohir Nawawi yang terbuat dari bambu (gedek), sedangkan atapnya terbuat dari welit.
Pernah suatu ketika bapak dilarang sama putrinya Kiai Thohir Nawawi memperbaiki rumah. Katanya, biar nanti dibangunkan rumah tembok sama orang lain. Namun karena perintah Kiai Thohir yang memang hidup sederhana, bapak tetap melanjutkan memperbaiki rumah.
Bahkan menurut cerita bapak termasuk orang yang diberi izin masuk di pondok putri yang diasuh KH Fakhrurrazi Nawawi. Sebab pada waktu itu jarang ada yang diizinkan santri putra bisa masuk ke pondok santri putri. Katanya dulu pondok putri tersebut pernah terbakar.