Scroll untuk baca artikel
Terkini

Menelisik Pasal Zina dan Kumpul Kebo di KUHP yang Disinggung AS dan Australia

Redaksi
×

Menelisik Pasal Zina dan Kumpul Kebo di KUHP yang Disinggung AS dan Australia

Sebarkan artikel ini

Keberhasilan Indonesia dalam menyelenggarakan G20, ujar Kim, telah menunjukkan lintasan positif bagi masa depan negara ini. Oleh karena itu, dia melihat pentingnya melanjutkan dialog dan memastikan semua pihak saling menghormati satu sama lain, termasuk kalangan LGBTQI+.

“Negara-negara seperti Indonesia dan AS dapat saling belajar tentang cara memastikan masyarakat inklusif untuk semua,” ujarnya.

Bendera Kuning Turis Asing

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menekankan, situasi ini jadi bendera kuning bagi pemerintah yang belum mau bersuara langsung ke publik global terkait UU KUHP.

“Itu karena pemerintah belum mengeluarkan pernyataan resmi yang di-blast ke internasional. Kan sudah sejak hari Senin media asing membahas ini, tapi enggak ada penjelasan resmi dari pemerintah,” ujar Agus Pambagio mengutip Liputan6.com, Jumat (9/12/2022).

Menurut dia, pemerintah perlu segera meluruskan mispersepsi yang terjadi di khalayak umum, bahwa seseorang hanya bisa dituntut hukum karena melakukan zina bila dilaporkan langsung keluarga dekat.

“Itu saja, jelaskan saja, karena pernyataannya tidak seperti itu. Kan itu harus berdasarkan pengaduan, dan tidak semena-mena Anda lagi berzina terus ditangkep polisi di hotel, kan enggak begitu,” ungkapnya.

Delik Aduan

Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan bahwa pasal perzinahan dalam KUHP ini merupakan delik aduan absolut. Sehingga, kata dia, hanya suami atau istri (bagi yang terikat perkawinan) atau orang tua atau anak (bagi yang tidak terikat perkawinan) yang bisa membuat pengaduan.

“Tidak bisa pihak lain sembarangan melapor, apalagi sampai main hakim sendiri. Jadi tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak, yang dirugikan secara langsung,” kata Dini dikutip dari siaran persnya, Kamis (8/12/2022).

Dini menjelaskan sebenarnya tidak ada perubahan substantif terkait pasal ini jika dibandingkan Pasal 284 KUHP lama. Menurut dia, perbedannya hanya terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu.

“Jadi sebenarnya tidak perlu khawatir. Kalau selama ini turis dan investor bisa nyaman berada di Indonesia, maka kondisi ini juga tidak akan berubah,” jelasnya.

Dini juga menuturkan bahwa sah-sah saja apajila Indonesia hendak memberikan penghormatan kepada nilai-nilai perkawinan Indonesia melalui pasal ini, sepanjang pengaturan tersebut juga tidak melanggar ruang privat masyarakat.

Selain menegaskan soal delik aduan, Dini menyampaikan bahwa KUHP tidak pernah mewajibkan pihak yang berhak mengadu untuk mempergunakan haknya.

Ia menyebut KUHP juga tidak pernah memberikan syarat administrasi tambahan kepada pelaku usaha di bidang pariwisata untuk mempertanyakan status perkawinan dari wisatawan dan investor asing yang datang ke Indonesia.