Scroll untuk baca artikel
Terkini

Menghadapi Tantangan Inflasi, Hergun Dorong Penguatan Program Perlindungan Sosial

Redaksi
×

Menghadapi Tantangan Inflasi, Hergun Dorong Penguatan Program Perlindungan Sosial

Sebarkan artikel ini

Inflasi akan menyebabkan harga-harga melonjak tinggi, menurunkan daya beli masyarakat, meningkatkan suku bunga, serta meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. Karena itu, Pemerintah sebaiknya segera menyiapkan mitigasi untuk meminimalisir dampak inflasi.

BARISAN.CO – Tingkat inflasi Indonesia pada 2022 diperkirakan meningkat di atas 5 persen hingga 6 persen. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi per April 2022 telah mencapai 3,47% (yoy). Secara bulanan inflasi mengalami kenaikan 0,95% (mtm).

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi XI DPR-RI Heri Gunawan atau yang biasa disapa Hergun menyatakan naiknya inflasi sejatinya memberikan kabar gembira karena menunjukkan pulihnya daya beli masyarakat setelah 2 tahun melemah akibat Pandemi Covid-19. Penguatan daya beli juga membuktikkan upaya pemulihan ekonomi nasional sudah relatif membuahkan hasil.

Kapoksi Fraksi Partai Gerindra di Komisi XI-DPR ini mengingatkan, Komisi XI DPR-RI dan Pemerintah telah menyepakati inflasi 2022 ditargetkan pada rentang 2-4%. Jika angka inflasi diprediksi melebihi target yang ditetapkan, maka perlu kebijakan untuk mendorong penguatan daya beli masyarakat serta menjamin ketersediaan barang. Jika kedua hal tersebut tidak dilakukan, bisa saja naiknya inflasi akan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian.

“Inflasi akan menyebabkan harga-harga melonjak tinggi, menurunkan daya beli masyarakat, meningkatkan suku bunga, serta meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. Karena itu, Pemerintah sebaiknya segera menyiapkan mitigasi untuk meminimalisir dampak inflasi. Prioritas utama harus menyelamatkan rakyat agar tidak banyak yang jatuh ke jurang kemiskinan,” Kata Hergun dalam keterangan tertulisnya kepada barisan.co pada Selasa (17/5/2022).

Kegundahan Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR-RI bukan tanpa alasan. Pasalnya sejumlah mitra dagang utama Indonesia sudah mengalami lonjakan inflasi yang cukup signifikan.

Misalnya, Amerika Serikat dengan share perdagangan sebesar 12,40%, mengalami inflasi sebesar 8,3% (yoy) pada April 2022. Sementara Uni Eropa dengan share perdagangan sebesar 11,46%, mengalami inflasi sebesar 7,5% (yoy) pada Maret 2022.

Lalu, China yang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia dengan share perdagangan sebesar 20,24%, telah mencatatkan inflasi sebesar 2,1% (yoy) pada April 2022 yang merupakan level tertinggi sejak November 2021.

“Tidak hanya itu, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2022 dari 4,4 persen menjadi 3,6 persen, dengan inflasi yang diperkirakan meningkat dari 3,9 persen menjadi 5,7% untuk kelompok negara maju, dan dari 5,9% menjadi 8,7% untuk kelompok negara berkembang,” bebernya.

Ia menambahkan, lonjakan harga komoditas juga telah mendorong India melarang ekspor gandum. Perlu diketahui, India merupakan penghasil gandum nomor dua terbesar dunia setelah China dengan kapasitas produksi mencapai 107,5 juta ton.

Larangan ekspor gandum tersebut dinilai akan mengganggu pasokan pangan secara global. Terlebih ekspor gandum dari negara Laut Hitam kini terganggu salah satunya akibat konflik Rusia-Ukraina.

Kebijakan larangan ekspor gandum India diprediksi akan mengerek harga gandum dan produk turunannya di Indonesia. Pasalnya Indonesia sendiri mengimpor gandum dari India setiap tahunnya mencapai 11,7 juta ton. Angka impor tersebut naik 31,6% dibanding pada tahun sebelumnya.

Ketua DPP Partai Gerindra itu berpandangan, dengan melihat kondisi di atas maka transmisi kenaikan inflasi dari negara-negara mitra dagang ke Indonesia tinggal menunggu waktu saja, sehingga prediksi angka inflasi di Indonesia dapat mencapai 5 hingga 6 persen pada 2022 bisa saja terjadi.