Sebelumnya, perkenalan saya dengan Maston bukan tanpa konflik khas Semarang. Awal saya menyaksikan pentas Teater Lingkar, saya kemudian menulis review-nya di Suara Merdeka. Di situ saya tuliskan, Teater Lingkar sudah puluhan kali pentas tapi sayang tidak menggunakan naskah dewek.
Besok malamnya, Maston dan awak teaternya mendatangi saya di rumah Happy Jl Hawa. Terjadi perdebatan dan diskusi seru. Sampai pada gilirannya jadi cair, saat Maston bilang, “anda kan penulis, coba tulislah naskah drama untuk kami.” Sepakat, sejak itu pun saya mulai menulis lakon untuk Teater Lingkar.
Persahabatan saya dengan Maston sudah seperti saudara sendiri. Pada acara mantu anak perempuan saya pertama yang ditausuyahi Cak Nun, Mastonlah yang mewakili keluarga kami dalam acara temon. Tak kurang dari itu, Mbak Dhien dan Sindhu — atas prakarsa Gus Lukman selaku wali nikah — tampil dalam tembang Mbak Dien dan tarian wayang kulit Sindhu.
Kemudian, pada sebelum acara pernikahan anak lelaki kedua saya, Maston lah yang mewakili keluarga kami dalam acara Midodareni. Demikian penuh perhatiannya Maston dalam pergaulan antara saudara, sahabat dan kolega.
Dengan sikap persaudaraan tulus itulah yang membuat Teater Lingkar bertahan hampir empat puluh tahun. Termasuk dalam menjalin hubungan manajerialnya. Dalam hati saya pun berkata, tak terhitung hutang budi saya terhadap Maston. Dan ini saya ingat, setelah tigapuluh tahun lebih persahabatan kami.
Saya ingat betul, di hari ulang tahun Maston hari ini Sabtu 26 November 2022, yang saya pun tidak bisa memberi hadiah apa pun, kecuali ucapan; selamat ulang tahun, terus sehat dan kreatif, dan tetap teguh seperti sesanti Teater Lingkar: Karyamu adalah Ibadahmu.***