Scroll untuk baca artikel
Berita

Mubes Pakarti: Menuju Museum Kartun Indonesia, Semarang Jadi Pusat Pergerakan Kartunis Dunia

×

Mubes Pakarti: Menuju Museum Kartun Indonesia, Semarang Jadi Pusat Pergerakan Kartunis Dunia

Sebarkan artikel ini
Museum Kartun Indonesia Pakarti

Jitet menegaskan bahwa museum ini harus dikelola secara profesional dan berkelanjutan, agar tidak hanya menjadi tempat menyimpan artefak lama, tetapi juga ruang tumbuh bagi gagasan dan kreativitas baru.

Menurutnya, kartun memiliki peran sosial yang kuat, menghibur sekaligus menyampaikan kritik, mendidik masyarakat, dan menjadi cermin moral bangsa. Karena itu, keberadaan museum akan memperkuat posisi kartun sebagai bagian dari peradaban visual Indonesia.

mubes pakarti

Pandangan serupa disampaikan Abdullah Ibnu Thalhah, kartunis sekaligus pengamat budaya. Ia menilai bahwa pendirian museum kartun bersifat urgent dan sudah saatnya Indonesia memiliki “rumah kartun” permanen.

“Sudah saatnya Indonesia memiliki rumah kartun atau museum kartun itu bertempat di Kota Semarang,” tegasnya.

Bagi Thalhah, kartun tidak sekadar gambar lucu, tetapi artefak budaya yang mencerminkan kesadaran sosial dan identitas bangsa.

“Kartun berfungsi sebagai media kesadaran dan penguatan identitas budaya yang harus dijaga dan dilestarikan untuk pendidikan generasi mendatang,” ujarnya.

Ia menambahkan, museum dapat menjadi pusat literasi visual, tempat generasi muda belajar memahami sejarah bangsa melalui humor dan kritik. Selain itu, keberadaannya juga dapat memperkuat posisi Semarang sebagai kota budaya dan kota kreatif Indonesia.

Museum Kartun Sebagai Jejak dan Suluh Budaya

Di sisi lain, Muhammad Chudori St, Ketua Semarang Cartoon Club (Secac), menegaskan bahwa Museum Kartun Indonesia akan menjadi wadah penting untuk menjaga jejak budaya bangsa melalui humor dan satire visual.

“Hiyo, yo nek aku sih setuju, karena berbagai profil maupun artefak kartun dari zaman awal sampai saat ini masih bisa digali, bisa dicari, belum musnah,” ujarnya.

Menurutnya, banyak karya kartun lama yang berisi kritik sosial dan refleksi kehidupan masyarakat Indonesia yang perlu diselamatkan.

“Banyak karya lama belum terdigitalisasi. Museum Kartun Indonesia bisa jadi tempat penyelamatan artefak visual sebelum rusak atau hilang,” ujarnya Pegiat Suluh Ar-Rosyid ini.

Chudori menilai kartun sebagai media dakwah kultural yang penuh nilai adab dan kepekaan. Ia berharap museum ini dapat menjadi pelita yang menerangi kesadaran publik tentang pentingnya budaya visual sebagai bagian dari sejarah bangsa. []