Agar kasus Novi Amalia tidak terulang, mengenal penyebab bunuh diri dan memahami cara mencegahnya adalah tindakan preventif untuk melindungi orang di sekitar kita.
BARISAN.CO – Novi Amalia (35) nekat mengakhiri hidupnya dari lantai 8 Apartemen Kalibata City, tempat ia tinggal. Kejadiannya sekitar pukul 5 pagi, tepat setelah azan subuh, Rabu (16/2/2022). Ia seketika meninggal usai membentur kanopi dan menimpa mobil, hingga akhirnya jatuh bersimbah darah di kepalanya.
Sebelumnya aparat keamanan telah berusaha mencegahnya dari lantai bawah. Namun teriakan aparat keamanan itu tidak didengar oleh Novi. Ia tetap menjatuhkan dirinya dengan kondisi hanya memakai pakaian dalam. Meski diketahui tewas di tempat, jenazah Novi tetap dibawa ke rumah sakit guna keperluan penyelidikan.
Penyebab bunuh dirinya Novi masih menjadi teka – teki. Banyak yang menduga jika Novi mengalami depresi. Dugaan ini tentu saja beralasan. Sebab, Novi pernah tersandung beberapa masalah, dari menabrak tujuh pengendara di Jalan Ketapang, Jakarta Barat hingga percobaan bunuh diri di indekos.
Kisah Novi Amalia tentu saja bukan satu-satunya. Banyak orang yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Tidak hanya di Indonesia, bahkan di berbagai negara di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setidaknya tiap tahunnya ada 800 ribu kasus percobaan bunuh diri. Artinya setiap 40 detik, ada satu orang meninggal dunia karena bunuh diri. Penyebab kematian ini pun masuk peringkat 20 besar secara global.
Lithuania, Rusia, Guyana, Korea Selatan, dan Jepang adalah lima negara dengan indeks bunuh diri tertinggi di dunia. Faktor yang memengaruhi keputusan ekstrem ini pun beragam, seperti depresi, masalah ekonomi, kesenjangan sosial, kriminalitas, kemiskinan dan penyakit kronis.
Sama halnya dengan pendapat Sosiolog Prancis Emile Durkheim dalam bukunya Le Suicide: Etude de Sociologie (1897). Bunuh diri tidak disebabkan karena masalah tunggal. Ia membaginya dalam empat tipe yaitu egoistis, altruistik, anomi, dan fatalis.
1. Bunuh diri egoistis
Dalam bunuh diri egoistis, seseorang memiliki sedikit keterikatan dengan keluarga, masyarakat, atau komunitas. Ia merupakan orang terasing dan tidak memiliki dukungan untuk dapat berfungsi adaptif di dalam kehidupan sosial.
2. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik merupakan respon terhadap berbagai tuntutan sosial seperti tradisi hara-kiri di Jepang. Seseorang memutuskan bunuh diri untuk menebus kesalahan demi kehormatan atau harga diri.
3. Bunuh diri anomi
Bunuh diri ini terjadi karena yang bersangkutan kehilangan cita – cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya atau disebut normlessness. Penyebabnya adalah kikisan arus globalisasi. Nilai – nilai yang biasa memotivasi dan mengarahkan perilakunya sudah tidak berpengaruh. Adapun penyebab yang sering dijumpai adalah musibah dalam bentuk apapun.
4. Bunuh diri fatalis
Sedangkan pada bunuh diri ini, seseorang merasa tertekan dengan adanya aturan, norma-norma, keyakinan dan nilai – nilai yang ada dalam lingkungan sosialnya. Dia merasa kehilangan kebebasan dalam hubungan sosial tersebut.
Bunuh Diri adalah Pesan dan Ungkapan Perasaan
Bunuh diri bukan tentang mengakhiri hidup atau memutus rantai penderitaan individu. Bunuh diri juga merupakan cara untuk menyampaikan pesan kepada orang – orang sekitar, bahwa individu tersebut sedang mengalami kesedihan dan menghadapi kesulitan. Dengan menulis pesan di secarik kertas atau tidak sama sekali.
Dia pastinya sadar saat bunuh diri semua orang akan tertuju padanya. Karena kasus bunuh diri selama ini selalu menjadi hal yang sangat menarik bagi kebanyakan orang.
Mengutip artikel berjudul “Jumping and Suicide Perevention” pada suicideninfo.co, ketika seseorang meninggal dengan melompat dari tempat tinggi – sebuah bangunan, tebing, jembatan – pada dasarnya adalah tindakan publik.