Berita

Oman-Omon Ekonomi Syariah, Nur Hidayah: Minimnya Lulusan Tenaga Ahli Tersertifikasi

Avatar
×

Oman-Omon Ekonomi Syariah, Nur Hidayah: Minimnya Lulusan Tenaga Ahli Tersertifikasi

Sebarkan artikel ini
Oman-Omon Ekonomi Syariah nur hidayah
Prof. Nur Hidayah

BARISAN.CO – Data masterplan ekonomi keuangan syariah 2019 – 2024 mencatat masih minimnya jumlah lulusan tenaga ahli yang tersertifikasi, yakni hanya 231 orang (2018).

Hal ini disampaikan Associate Peneliti INDEF, Nur Hidayah diskusi publik INDEF dengan tema Mengonkretkan Omon-Omon Ekonomi Syariah : 5 Tantangan Utama dan Opsi Solusi, Kamis (4/04/2024).

Menurut Nur Hidayah, statistik perbankan juga menunjukkan adanya permasalahan di sisi kesesuian kualifikasi pendidikan dengan bidang tugas.

“Hanya sekira 9,1% pegawai keuangan syariah yang berlatar belakang pendidikan ekonomi syariah. Artinya, 90% supply tenaga kerja Perbankan dan keuangan syariah bukan berasal dari prodi ilmu ekonomi dan keuangan syariah,” imbuh Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah  Jakarta ini.

Lebih lanjut ia mengatakan industri keuangan dan ekonomi syariah lebih memilih untuk memanfaatkan lulusan yang ada, kemudian diberikan pengetahuan dan keterampilan industri ekonomi dan keuangan syariah.

“Sangat perlu kemampuan teknologi digital yang mumpuni bagi alumni ekonomi dan keuangan/perbankan syariah agar bisa memenuhi tuntutan industri keuangan dan ekonomi syariah,” ujarnya.

Dr. Hakam Naja, Associate Peneliti INDEF, menyampaikan memang selalu ada ketimpangan antara standar kementerian pendidikan yang selalu lebih tinggi dibanding standar di kementerian agama.

“Dalam penataan kebijakan pendidikan tersebut, disadari ada kegamangan ketika akan dilakukan upaya-upaya,” sambungnya.

Misalnya apa yang dihadapi ketika menyusun KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah) 2020.

Dalam Kepres KNEKS, Ketuanya adalah Presiden, Ketua Harian Wakil Presiden, anggotanya 3 menteri Koordinator, ditambah 7 menteri kabinet, plus Ketua OJK, Ketua LPS, semua sepertinya masuk, tapi sampai hari ini Direktur Eksekutif dari KNEKS masih Plt. Sesuatu yang sangat ironis.

“Saat ini ada ruang kosong, di mana masterplan Ekonomi keuangan syariah yang disusun oleh Bappenas berlaku untuk 2019-2024, sementara untuk 2025 – 2030 kita belum memiliki masterplan lanjutan,” terang Anggota DPR RI 2014-2019 ini.

Menurutnya, dalam SGIE (State of Global Islamic Economy) government leadership punya pemeringkatan tersendiri.

“Menduduki peringat pertama dalam government leadership SGIE adalah Malaysia, kedua Saudi Arabia, lalu Indonesia, dan keempat Uni Emirat Arab. Itu artinya government leadership memang menjadi kunci,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Risza mempertanyakan ekonomi domestik terkait pembangunan ekonomi keuangan syariah, perlu diperjelas lagi apakah Indonesia adalah negara produsen atau konsumen?

“Karena sudah terjadi saat ini produk-produk UMKM saja banyak dimasuki oleh produk impor dari China. Padahal ditilik lebih jauh, produk-produk itu bisa menjadi potensi ekonomi keuangan syariah dan industri halal dalam negeri,” imbuhnya.

Menurutnya, saat ini bagaimana agar kita meningkatkan skala produktivitas dari skala mikro, ultra mikro, small business, medium business sampai pada skala korporasi. “Padahal kita sudah memiliki instrument yang sangat lengkap mis. untuk usaha mikro dan ultra mikro sudah ada social finance. Skala medium ada BMT, BPRS dll, untuk korporasi telah ada bank bank syariah. Jadi, tinggal lagi bagaimana menjalankannya secara bersama sama,” jelasnya.***