Scroll untuk baca artikel
Terkini

Organisasi Masyarakat Sipil Tolak Perpres Peta Jalan Industri Hasil Tembakau

Redaksi
×

Organisasi Masyarakat Sipil Tolak Perpres Peta Jalan Industri Hasil Tembakau

Sebarkan artikel ini

Perpres IHT dianggap sama dengan Permenperin Peta Jalan Industri IHT 2015-2020 yang sudah dicabut Mahkamah Agung.

BARISAN.CO – Lima belas organisasi masyarakat sipil menolak rencana pembuatan regulasi baru yakni Peraturan Presiden Peta Jalan Industri Hasil Tembakau (Perpres IHT) pada Jumat (7/9/2022).

Alasannya, Perpres tersebut dinilai bertentangan dengan regulasi yang sudah ada dan bertolak belakang dengan cita-cita negara dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya.

“Perpres IHT ini secara substansi sama dengan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020 yang sudah dicabut melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 16P/HUM/2016,” tegas Advokad Senior Forum Warga Kota Indonesia (FAKTA), Tubagus Haryo Karbiyanto.

Alasan pencabutan itu, menurut Tubagus, karena Peta Jalan IHT Tahun 2015-2020 itu dinilai bertentangan dengan peraturan yang ada, yaitu UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

“Rancangan Perpres Peta Jalan IHT ini sama-sama fokus untuk meningkatkan produksi tembakau,” tambah Tubagus.

Sebagaimana diketahui, dari sejumlah pemberitaan di media massa, saat ini Kemenko Perekonomian sedang merancang Perpres Peta Jalan Industri Hasil Tembakau.

Dalam situs resmi Kemenko Perekonomian, dijelaskan mereka tengah menyusun roadmap yang bertujuan memberikan kepastian dan kejelasan arah kebijakan industri hasil tembakau, termasuk kenaikan tarif cukai tembakau, diversifikasi produk tembakau, dan peningkatan kinerja ekspor tembakau.

Sedangkan Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari, menilai Pemerintah tidak sensitif menanggapi desakan masyarakat untuk melindungi anak dari adiksi rokok.

Menurutnya, sejumlah fakta sudah membuktikan saat ini Indonesia berada dalam kondisi darurat perokok anak karena terus meningkatnya prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi merokok usia 10-18 tahun meningkat sebesar 1,9 persen, dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.

“Seharusnya Pemerintah fokus menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen sesuai amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN 2020-2024, bukannya justru giat melakukan berbagai upaya meningkatkan produksi dan konsumsi produk tembakau,” kata Lisda.

Sependapat dengan Lisda, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menegaskan Pemerintah seharusnya mengamankan bahan yang mengandung zat adiktif dalam tembakau, sebagai upaya melindungi masyarakat khususnya anak-anak dari bahaya rokok.

“Bukannya malah membuat regulasi baru, dengan menggunakan judul yang sebenarnya sudah ditolak MA dan secara substansi sama dengan Permenperin tentang Peta Jalan IHT yang sudah dicabut,” tandas Tulus.

Karena itu, 15 organisasi masyarakat sipil yang mewakili organisasi kesehatan, organisasi perlindungan konsumen, organisasi perlindungan anak, lembaga kajian dan riset, serta organisasi/gerakan kaum muda, mendesak Pemerintah menghentikan proses penyelesaian Perpres Peta Jalan IHT yang hanya berpihak pada kepentingan bisnis, serta tidak memperhatikan dampak buruk konsumsi tembakau bagi masyarakat, terutama generasi muda.

Kelima belas organisasi masyarakat itu terdiri dari:

  1. Forum Warga Kota Indonesia (FAKTA),
  2. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
  3. Yayasan Lentera Anak (YLA),
  4. Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT),
  5. Indonesia Institute for Social Development (IISD),
  6. Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) Medan,
  7. Yayasan Kepedulian Untuk Anak (KAKAK) Surakarta,
  8. Yayasan Galang Anak Semesta (GAGAS) Mataram,
  9. Yayasan Ruang Anak Dunia (Ruandu) Sumatera Barat,
  10. Muhammadiyah Tobacco Control Center Universitas Muhammadiyah Magelang (MTCC Unimma),
  11. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI),
  12. Center of Human & Economic Development Institut Teknologi & Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITB-AD),
  13. Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI),
  14. Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) dan
  15. Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC).

“Tren global adalah menurunkan konsumsi rokok sehingga negara-negara dunia membuat peta jalan penurunan prevalensi perokok di negaranya dan bukan sebaliknya. Karena itu, kami menolak rencana Perpres Peta Jalan IHT dan mendesak Pemerintah fokus melanjutkan proses amandemen PP 109/2012,” desak Prof Hasbullah Thabrany, Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau.