Bagaimana mempromosikan tanggung jawab sosial bagi para pendidik? Prinsip pelayanan masyarakat adalah salah satu modal utama menjalankan proses tanggungjawab sosial.
BARISAN.CO – Setiap generasi menghasilkan siswa yang sangat berbeda. Para siswa saat ini menghadapi situasi yang kompleks dan mencerminkan kompleksitas masyarakat kita. Oleh karenanya mereka memiliki kebutuhan yang berbeda, mereka memiliki latar belakang yang berbeda, dan mereka membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan.
Ditambah lagi dengan terjadinya disrupsi dan akulturasi budaya, keterbukaan informasi dan perkembangan teknologi digital.
Hal yang paling substansial dan fundamental menurut saya sekarang adalah bagaimana menciptakan rasa ingin tahu yang luas dalam diri setiap siswa, kemampuan beradaptasi dan memperbarui diri (renewable compentency), tentang apa yang mereka pelajari dan bagaimana pendidikan membawa mereka ke dunia nyata.
Itu dimulai di dalam kelas. Bagaimana mereka peduli satu sama lain di kelas dapat menentukan bagaimana mereka berfungsi dan merawat komunitas mereka masing-masing.
Memengaruhi bagaimana mereka peduli terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka, kemudian mengelaborasi pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki sebagai “tools” menghadapi persoalan dan menyelesaikan setiap permasalahan.
Mentransformasikan pengetahuan dan keterampilan menjadi “tools” para siswa menjalani kehidupannya
Akar dari tumbuh kembang anak dalam proses pendidikan formal adalah ‘self knowledge’. Saya berpendapat seperti itu karena beberapa alasan;
Pertama; pengenalan terhadap diri sendiri membentuk pemahaman yang utuh tentang peran seseorang di lingkungannya berdasarkan perkembangan dirinya, di sekolah atau di rumah. Orang dewasa harus memberikan pemahaman yang jelas dan obyektif tentang jati diri seorang anak. Kemudian memberikan pijakan yang sesuai usia menuju pengenalan beberapa pengetahuan dan keterampilan yang relevan.
Kedua; memahami jati diri, keberadaannya di tengah keluarga dan masyarakat membentuk visi kehidupan yang realistis. Selanjutnya orang dewasa memberikan kerangka berpikir logis, dan mengajak setiap anak bebas berpikir, mengoptimalkan segala kemampuannya, dan mengembangkan kesukaannya menjadi sesuatu yang memberi dampak positif; bagi dirinya dan lingkungan sosialnya.
Ketiga; pemahaman akan diri sendiri meliputi akar budaya dan kesadaran akan kewarnegaraan – citizenship, di mana itu akan memberikan kerangka pemikiran atau paradigma yang utuh tentang eksistensi diri. Selanjutnya melakukan adaptasi terhadap perkembangan sosial dan budaya secara global tanpa mengeliminir kerangka besar tadi.
Bagaimana mempromosikan tanggung jawab sosial bagi para pendidik?
Prinsip pelayanan masyarakat adalah salah satu modal utama menjalankan proses tanggungjawab sosial. Institusi pendidikan, para pendidik, para pemangku kebijakan memiliki kepentingan terhadap publik.
Atau paling tidak kehidupan publik erat kaitannya dan beririsan dengan berbagai aktifitas yang diselenggarakan secara formal ataupun informal di dalam lembaga pendidikan, mulai dari rumah, lingkungan, hingga sekolah.
Tanggung jawab sosial yang dipromosikan ini adalah bagaimana kita mempersiapkan dan mendirong para tenaga pendidik kita untuk memahami dan bekerja secara efektif dengan siswa dalam ekosistem akademik.
Selanjutnya nilai kesetaraan, keterlibatan, peran aktif diintegrasikan dengan tujuan setiap pembelajaran.
Warga negara yang berpendidikan adalah warga negara yang terlibat. Maksudnya setiap warga megara memiliki kesadaran akan perannya terhadap kelangsungan hidup masyarakat bangsa ini. Negara ini didirikan atas pentingnya pendidikan dan kontribusi banyak orang.
Maka dari itu akar kita dalam demokrasi harus tertanam dan dibangun ke dalam dinding dan pondasi sistem pendidikan.
Pendidik memiliki kekuatan untuk merancang dan menciptakan kapasitas individu untuk melihat dunia secara lebih luas. Dengan demikian, apa yang perlu dilakukan saat kami adalah mendorong terciptanya semangat kerja para pendidik yang terus menekankan pembelajaran dan dampaknya pada individu, tanpa melupakan dampak individu itu pada masyarakat.
Kontekstualisasi kurikulum ajar terhadap fenomena sosial dirancang oleh para pendidik lewat ragam program kegiatan yang relevan serta kontekstual.
Sekedar contoh sederhana, bagaimana seorang pendidik merancang pembelajaran IPS dan Pendidikan Agama. Ini bisa dimulai lewat desain pembelajaran yang menjadikan permasalahan umum di masyarakat sebagai bahan diskusi kritis lewat pertanyaan inti sebagai rancangan awal pembelajaran.
“Apa itu sikap beragama dalam kehidupan sosial?”
“Mengapa kita perlu menghormati orang lain, meski berbeda agama dengan kita?”
Dari pertanyaan pembuka tersebut, guru memfasilitasi tanya jawab tentang permasalahan sosial yang mereka ketahui. Kemudian merancang tujuan pembelajaran dari pemahaman para siswa, dan meramcang model penilaian untuk mencapai tujuan tersebut.
Dari rancangan itu baru kemudian, guru membuat rencana kegiatan pembelajaran yang relevan sesuai kondisi para murid. Dan mengajak setiap siswa mendapatkan hubungan yang terkoneksi dari setiap pemahaman materi dengan jawaban atas pertanyaan diskusi di awal. Dari situ pendidik mengajak siswa melakukan refleksi atas pencapaian sesuai dengan tujuan pembelajaran.
“Sebagai orang yang beragama, sikap apa saja yang harus dipahami dan dijalani dalam hidup bermasyarakat?”
“Apa rencana kamu untuk malakukan itu secara individu atau bersama kelompok?”
Di sesi akhir dari sekian rangkaian pertemuan pembelajaran, seorang tenaga pendidik punya peran strategis dalam membentuk rasa tanggungjawab sosial seluruh siswa. Ini yang jarang dijadikan semacam capaian utama keberhasilan sebuah kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Refleksi pembelajaran adalah kunci utama setiap siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilannya yang didapat dari proses pendidikan, kepada tujuan belajar dan eksistensi diri sebagai bagian dari ‘citizen’ bangsa ini. Masyarakat yang intoleran, acuh, apatis, terbentuk dari individu-individu yang egois, tidak paham permasalahan lingkungan.
Transformasi pengetahuan jadi sikap dan perilaku positif adalah output yang paling diharapkan dari setiap proses pendidikan oleh seluruh tenaga pendidik. Karena mereka memikul tanggungajwab sosial tersebut. Yang mereka rancang sejak di ruang kelas. [Luk]