Scroll untuk baca artikel
Terkini

Pentingnya Negara dan Pemberi Kerja Memikirkan Commuting Time

Redaksi
×

Pentingnya Negara dan Pemberi Kerja Memikirkan Commuting Time

Sebarkan artikel ini

“Semakin panjang waktu commuting time-nya, semakin berkurang waktu sosialisasinya sehingga akan mengarah pada social isolation dan berujung pada loneliness,”Angga Putra Fidrian

BARISAN.CO – Fenomena tua di jalan rasanya sudah umum terdengar di telinga masyarakat. Mereka yang tua di jalan karena menghabiskan banyak waktu untuk perjalanan pulang-pergi dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Dalam acara Mimbar Virtual: Risiko Jam Kerja Berlebihan, Kandidat Master Administrasi dari Baruch College, City University of New York, Angga Putra Fidrian mengatakan, di dunia belahan lain, commuting adalah hal yang penting dipikirkan oleh negara dan pemberi kerja.

” Di Indonesia, kayaknya, commuting itu belum dipikirkan sama negara secara komprehensif, makanya kita sering rata-rata orang yang kerja di Jakarta itu tinggalnya di kawasan sub-urban seperti Depok, Cibubur, Tangerang, Bekasi, dan Bogor, yang mana commuting time-nya sekitar 1-2 jam bahkan ada yang sampai 3 jam. Itu sangat mengkhawatirkan,” kata Angga pada Kamis (29/9/2022).

Dia menceritakan seorang kawannya di Amerika Serikat mengeluh karena commuting time ke kantornya satu jam dan itu dianggap tidak manusia.

“Saya cerita, di tempat saya tinggal di Jakarta itu biasa satu jam biasa banget, rata-rata bahkan kita commuting time-nya bisa dua sampai tiga jam. Terus dia bilang, your gorvenment is crazy, you work here, we will treat you better,” ujarnya.

Angga menjelaskan, karena membiarkan warganya menghabiskan waktu di jalan terlalu lama, dianggap temannya tersebut tidak manusiawi.

Namun, Angga menyayangkan, studi di Indonesia tidak banyak yang bisa menjadi referensi. Menurutnya, entah karena pihak industri tidak peduli atau bagaimana. Akan tetapi, menurutnya, riset tentang ini sebenarnya sangat-sangat penting terutama terkait dengan kesehatan.

Angga kemudian merujuk berjudul, The Commuting and Wellbeing Study: Understanding the Impact of Commuting on People’s Live, tertulis:

“Every extra minute of commute time reduces job satisfication, reduce leisure time satisfication, increases strain, and reduces mental health.”

Angga menambahkan, riset lain yang ia baca menyebutkan, commuting time menyebabkan orang terisolasi secara sosial yang merujuk pada loneliness.

“Karena setiap menit commuting time itu mengurangi peluang orang untuk melakukan perjalanan untuk kegiatan sosialisasi. Jadi, karena jalan ke cibuburnya udah 2-3 jam, kita udah ga punya effort lagi untuk nongkrong sama teman,” tambahnya.

Hilangnya bersosialisasi itu disampaikan oleh Angga karena pekerja lebih memilih untuk menunggu keretanya kosong di kantor, yang mana mungkin rekan kantornya sudah pulang duluan.

“Semakin panjang waktu commuting time-nya, semakin berkurang waktu sosialisasinya sehingga akan mengarah pada social isolation dan berujung pada loneliness, yang mana loneliness punya implikasi yang sangat besar pada kesehatan mental. Itu yang ditemukan di belahan dunia lain, tentunya dengan kondisi masyarakat yang berbeda,” ungkapnya.

Namun demikian, meski, Indonesia punya kekhasannya sendiri, Angga menuturkan, bukan berarti studi itu tidak valid di Indonesia.