Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Perdagangan Seks Sering Terjadi di Hotel, Bagaimana Menyikapinya?

Redaksi
×

Perdagangan Seks Sering Terjadi di Hotel, Bagaimana Menyikapinya?

Sebarkan artikel ini

Hotel dan motel adalah salah satu tempat paling umum untuk perdagangan seks karena akses yang mudah, kesediaan menerima uang tunai, dan kurangnya pemeliharaan fasilitas.

BARISAN.CO – Perdagangan manusia adalah bentuk perbudakan modern yang melibatkan eksploitasi orang melalui kekerasan, ancaman, paksaan, dan penipuan. Ini termasuk pelanggaran hak asasi manusia, seperti jeratan utang, perampasan kebebasan, dan kurang kebebasan.

Laporan “Global Report on Trafficking in Persons” dari Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengungkapkan, bentuk perdagangan manusia paling banyak adalah eksploitasi seksual sejumlah 79 persen. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak perempuan.

Di seluruh dunia, hampir 20 persen dari semua korban perdagangan adalah anak-anak. Berdasarkan data Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), perdagangan manusia menghasilkan sekitar US$150 miliar per tahun secara global dalam keuntungan ilegal.

Menurut ILO, 40,3 juta manusia berada dalam perbudakan modern termasuk 4,8 jutanya mengalami eksploitasi seksuasl.

Mengutip CNBC, di tahun 2020 terdapat lebih dari 10.000 kasus perdagangan manusia yang dilaporkan di AS. Hotline Perdagangan Manusia Nasional AS menyebut, 72 persen diantaranya terkait dengan perdagangan seks.

Hotel dan motel adalah salah satu tempat paling umum untuk perdagangan seks karena akses yang mudah, kesediaan menerima uang tunai, dan kurangnya pemeliharaan fasilitas.

Pandemi Covid-19 memperburuk segalanya karena penjahat menyalahgunakan teknologi untuk check-in tanpa kontak sehingga lebih sulit untuk menemukan tanda-tanda perdagangan manusia. Di sisi lain, tuntutan hukum perdagangan seks terus menumpuk terhadap jaringan hotel.

Laporan Perdagangan Manusia Federal AS menyampaikan, antara tahun 2018 hingga 2020, persentase kasus perdagangan manusia sipil federal yang melibatkan perdaangan seks meningkat dari 12,1 persen di tahun 2018 menjadi 45,5 persen pada tahun 2020.

Pada tahun 2019 dan 2020, kasus perdagangan seks sipil federal AS diajukan terhadap 400 terdakwa, termasuk 189 hotel. Human Trafficking Institute, menilai 77 persen kass perdagangan seks terjadi di sebuah hotel. Sedangkan, hanya 4 persen kasus perdata kerja paksa yang melibatkan industri perhotelan.

Hotel bintang 5 seperti Hilton dan Marriot melatih manajer dan dan stafnya untuk lebih agresif membasmi perdagangan manusia di properti perusahaan.

Melansir SHRM, profesor yang berspesialisasi dalam manajemen administrasi hotel di Rutgers School, Michael C. Sturman mengatakan, perdagangan manuasi adalah kejahatan terbesar kedua setelah obat-obatan terlarang.

“Hotel sering menjadi tempat pilihan untuk perdagangan manusia sehingga industri perhotelan tidak boleh mengabaikan kejahatan eksploitasi ini,” kata Michael.

Isu ini bukan hanya masalah kemanusiaan bagi industri perhotelan dan pariwisata, tetapi juga masalah hukum.

Di Indonesia, hotel milik artis Cynthiara Alona juga digerebek kepolisian tahun lalu setelah adanya dugaan praktik prostitusi. Polisi mendapati 15 anak di bawah umur menjadi korban. Nahasnya, korban tidak hanya melayani kencan, namun juga melayani mucikari.

Manajer hotel perlu melatih staf hotel mengenali bukti perdagangan manusia. Michael mengatakan, ini dapat terlihat dengan memperhatikan memar yang tidak biasa pada tamu, tanda jangan ganggu di depan kamar di saat banyak tamu masuk dan meninggalkan ruangan, serta tanda jelas di ruangan dengan banyak pasangan seks datang berkunjung.

“Pria yang lebih tua ditemani gadis jauh lebih muda, namun tidak berbicara kepada mereka dan sering menggunakan kontrasepsi di kamar hotel,” ungkap Michael.

Para ahli juga menyampaikan, tamu yang hanya memeriksa beberapa jam, alih-alih bermalam, bisa menjadi isyarat. Manajer perlu mendorong staf datang dan siap mendengarkan kecurigaan mereka.