Esai

Politik Makan Bersama

Eko Tunas
×

Politik Makan Bersama

Sebarkan artikel ini
politik makan bersama

KONON ada cerita, kala Bung Karno mengajak makan siang St Sjahrir. Karena Sjahrir mau diangkat sebagai Perdana Menteri, acara makan berlangsung di kantor BPUPKI.

Mungkin karena Sjahrir orang Sumatera, Bung Karno mengajak ngobrol dalam Bahasa Jawa. Sebagai penanda bahwa petinggi negara mesti nJawani. “Sjahrir, iki sambel, iki jangan…”

Ya, maksudnya Bung Karno menawari: ini sambal, ini sayur. Sjahrir yang merasa mulai diidentifikasi Jawa percaya diri saja, pasang muka kalau ia mudeng bahasa Jawa.

Ia mengira dirinya hanya boleh makan ‘ini sambel’, yang ‘ini jangan’ berarti dia tidak boleh menyentuh jangan alias sayur. Sambil kepedasan Sjahrir pun bertanya, “mengapa saya tidak boleh makan ini sayur.”

Bung Karno pun tertawa bergelak.

Itu moment makan bersama yang bisa jadi menjadi awal turunnya peraturan. UU bahwa presiden harus orang Jawa. Disamping alasan, Jawa adalah pulau paling padat penduduk, di banding pulau-pulau lain.

Di banyak negara, makan bersama memang menjadi forum ideal untuk membicarakan hal penting. Dari keluarga tingkat menengah ke atas, hingga negara. Dengan makan bersama suasana bisa lebih cair, dan persoalan banyak diselesaikan di meja makan.

Sampai pada gilirannya makan bersama di istana negara menjadi viral. Ialah saat Presiden Jokowi mengundang tiga capres untuk makan siang bersama. Yakni Anis Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto. Dalam foto unggahan, tampak suasana cair di meja makan.

Content kreative juga banyak merespon moment itu dengan meme komedis. Misalnya digambarkan makan bersama itu ibarat keluarga Kong Ghuan Biscuits. Meski pun ada meja keluarga Kong Ghuan itu digambarkan bernyala api yang berkobar.

Satu gambaran, meski pun cair tapi sesungguhnya menyimpan suasana politik panas. Bagaimana tiap paslon seperti menyantap api dalam pikiran masing masing. Tampak dari pelukisan figur-figur paslon yang kaku dan saling curiga dalam situasi persaingan.

Meski pun, figur Presiden digambarkan rileks dengan sebelah tangan menyila ke sajian di meja makan. Tapi bukankah yang ada di atas meja makan adalah kobaran api. Satu meme paling kreative di sepanjang pemilu di belahan dunia mana pun. Semacam komis tragis, bahwa di balik komedi tersimpan tragedi.

Dikabarkan dua capres, Anis dan Ganjar, memberikan masukan cukup hangat. Ialah pesan rakyat, agar Presiden bersikap netral menjaga kelangsungan Pemilu jujur dan adil. Bahkan Anis menyampaikannya dengan gaya seorang budayawan: ini pesan dari rakyat yang mencintai presidennya.

Suasana seperti itulah yang diharapkan masyarakat, dalam merayakan pesta demokrasi Pemilu 2024. Meski pun ada api yang tampaknya akan terus menyala di meja makan, entah sampai kapan.***