Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Suryadi Nomi: Komunikasi Bermasalah, Anak Cenderung Salah Arah

Redaksi
×

Suryadi Nomi: Komunikasi Bermasalah, Anak Cenderung Salah Arah

Sebarkan artikel ini

Kurangnya kuantitas dan kualitas komunikasi membuat anak mencari eksistensi yang terkadang salah arah.

BARISAN.CO – Salah satu penyebab kenakalan remaja adalah kurangnya komunikasi, yang menyebabkan anak mencari hiburan di luar. Ketika anak tidak berkomunikasi dengan orang tua atau anggota keluarganya di rumah, mereka mungkin kehilangan kepercayaan dan pengertian, yang pada akhirnya dapat menurunkan harga diri mereka.

Begitu merasakan itu, mereka cenderung melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan untuk meningkatkan harga dirinya.

Alih-alih memperbaiki komunikasi, orang tua terkadang memicu rich kid syndrom (sindrom anak kaya) atau dikenal sebagai afflueza. Sindrom ini tidak mengacu pada anak orang kaya, melainkan lebih pada hasil memberi materi untuk kompensasi ketidakhadiran orang tua.

Misalnya saja dengan memberikan mainan, ponsel terbaru, dan pakaian bermerek. Namun sebenarnya, anak-anak tersebut lebih memerlukan ikatan emosional dan pemenuhan kebutuhan afektifnya.

Konsekuensinya, anak-anak anak menjadi rendah diri, memiliki manajemen emosi yang buruk, toleransi yang sangat rendah terhadap frustasi, agresi, penggunaan alkohol dan narkoba, atau prestasi akademik rendah.

Menanggapi itu, Praktisi Pendidikan, Dr. A. Suryadi Nomi menyampaikan, konsep pola komunikasi antara orang tua dan anak memang bermasalah.

“Komunikasi bermasalah dalam arti, waktu yang sangat terbatas, juga kurang berkualitas untuk mentransfer nilai-nilai keluarga. Setiap keluarga sebenarnya punya tradisi yang sudah dibangun tentang bagaimana tetap harus sopan santun, menghargai siapa pun, jadi itu sebenarnya nilai yang dibangun oleh keluarga,” kata Suryadi kepada Barisanco, Minggu (19/3/2023).

Menurut Suryadi, sekolah kurang memperhatikan hal ini karena biasanya yang dikejar nilai mata pelajaran, sedangkan karakter kadang-kadang hanya jargon saja.

Dia mengakui, pendidikan keluarga itu sangat penting melalui pendekatan komunikasi, yang membuat terbangunnya karakter menjadi keinginan.

“Tapi, anak-anak akhirnya sekarang mengandalkan teladannya dari media sosial yang mereka lihat tanpa adanya screening dan pemetaan. Dengan segala keterbatasan pemahaman, sehingga mereka niru dari apa yang dicontohkan dalam media sosial,” tambahnya.

Terkadang, dibangun juga oleh komunitas, Suryadi menuturkan, anak-anak sekarang ini, selain pertemuan di media sosial, tapi juga kopi darat.

“Sebenarnya di situ terjadi pola-pola flexing, gagah-gagahan, atau menunjukkan siapa gue. Di balik siapa gue dan tampilan-tampilan luar membuat yang lain ikut-ikutan,” lanjutnya.

Dia menekankan, sebenarnya perilaku hedonis dibangun oleh kondisi sosial kultural yang ada.

“Bukan salah mereka juga, tapi terkondisikan oleh budaya narsis sekarang ini. Dengan media sosial sekarang eksistensi itu dari situ, sehingga mencari nilai-nilai yang membuat eksis, meski pun salah arah,” jelasnya.