BARISAN.CO – Lebih dari dua tahun, Johnson & Johnson (J&J) tidak lagi menjual bedak tabur bayi di Amerika Serikat dan Kanada setelah muncul ribuan tuntutan hukum keselamatan konsumen. Mengutip Al Jazeera, J&J menyampaikan pada tahun 2023 mendatang akan menghentikan penjualan bedak tabur bayi di seluruh dunia.
Dalam rilis pernyataan perusahaan, J&J mengatakan, mereka telah membuat keputusan komensial untuk beralih ke bedak tabur bayi berbasis tepung jagung. Mereka menambakan, bedak bayi berbahan dasar tepung jagung sudah dijual secara global. Hal itu disampaikan pada Kamis waktu setempat (11/8/2022).
Di tahun 2020, J&J mengumumkan, berhenti menjual bedak bayi di dua negara Amerika Utara karena banyaknya rententan hukum tentang keamanan produk. Produknya dituduh menyebabkan kanker karena adanya kontaminasi asbes, yang diketahui karsinogen.
Perusahaan asal AS itu membantahnya. Mereka menyebut, selama beberapa dekade telah membuktikan bedak itu aman dan bebas asbes. Saat mengumumkan penarikan produk tahun depan, perusahaan kembali mengulangi pernyataan tersebut.
J&J adalah salah satu produsen barang kesehatan yang paling terkenal di dunia termasuk obat-obatan, produk kesehatan konsumen, dan peralatan medis. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan ini menghadapi sejumlah tuntutan hukum cedera medis, salahsatunya bedak tabur bayi.
Kasus hukum pertama yang dihadapi oleh J&J terjadi pada tahun 1982. Saat itu, lebih dari 30 juta produk Tylenol ditarik setelah tujuh orang meninggal karena keracunan sianida. Antara tahun 2009-2013, beberapa produk McNeil termasuk Tylenol, Motrin, Zyrtec, Visine Eye Drops, dan lainnya juga ditarik setelah konsumen mengeluh jika produk tersebut mengandung bakteri atau potongan logam di dalamnya. Berdasarkan investigasi Food & Drugs America (FDA) yang berlangsung selama 2 tahun, J&J dianggap telah melanggar protokol manufaktur karena menyebabkan kontaminasi produk.
Juli lalu, para penggugat dalam kasus bedak tabur bayi menentang upaya J&J mengajukan kebangkrutan. Perusahaan itu dianggap melakukannya agar dapat membayar lebih sedikit tuntutan hukum produk bedak bayinya. Mengingat, ada 38.000 penggugat dari kasus tersebut.
Namun, Hakim Kebangkrutan AS, Michael B. Kaplan menolak banding komite pengacara itu. Dia menyebut, kebangkrutan menawarkan alternatif lebih cepat dan lebih adil.
“Bab 11 ini digunakan bukan untuk menghindari tanggung jawab, tetapi mewujudkan akuntabilitas dan kepastian. Tidak ada yang perlu ditakuti dalam migrasi litigasi gugatan dari sistem gugatan dan ke dalam sistem kebangkrutan,” katanya, dilansir dari Asbestos.
Pejabat J&J bersaksi di pengadilan, mereka pertama kali mengeksplorasi strategi kebangkrutan itu dengan serius sejak Juni 2021. Atau, setelah Mahkamah Agung AS menolak meninjau putusan US$2,1 miliar di Missouri terhadap 20 perempuan yang mengklaim kanker ovariumnya disebabkan oleh produk bedak tabur J&J.
Perusahaan itu menghabiskan biaya sekitar US$4,5 miliar untuk putusan dan penyelesaian juri. Namun, di awal Oktober 2021, pengajuan kebangrutan telah menghentikan tuntutan hukum bedak tabur di pengadilan federal dan negara bagian AS.