Konflik besar ideologi dengan korban ratusan ribu bahkan ada yang memperkirakan menjacapai 1 juta jiwa pada tahun 1965 itu, sebetulnya bukanlah konflik tunggal yang hanya terjadi di Indonesia saja. Tetapi juga terjadi di banyak negara lain sebagai imbas terjadinya perang dingin antara blok Barat (Amerika dan sekutunya) dan Blok Timur (Uni Soviet dan kelompoknya).
Perang Dunia memang sudah tidak lagi terjadi secara terang-terangan. Imbas bom nuklir yang dijatuhkan Amerika di Hiroshima dan Nagasaki begitu menakutkan pihak-pihak di dunia Barat, sehingga mereka mengupayakan tidak akan ada lagi perang dunia secara sungguh-sungguh.
Tetapi, yang tidak bisa dihilangkan oleh pemerintahan di negara-negara pemenang perang adalah kompleks industri senjata.
Dulu, awal tahun 1980an, guru besar Fakultas Ekonomi UGM, Prof. Rukmono Markam, dalam makalahnya pengukuhan guru besar ekonomi di UGM—lalu makalah ini ditulis menjadi artikel di majalah legendaris Prisma—mengingatkan soal bahaya kemanusiaan atas adanya kompleks industri militer. Industri ini akan menjadi masalah yang harus dipikirkan serius oleh bangsa-bangsa di dunia.
Dengan mudah bisa disimpulkan dari makalah pak Rukmono Markam itu, bahwa memang di satu sisi kompleks industri menghasilkan pemasukan besar bagi negara pemiliknya. Menciptakan kesejahteraan bagi penduduknya. Tapi di sisi lain potensial menciptakan perang di mana-mana, dan menciptakan penderitaan di banyak wilayah dunia yang lain.
Guru besar UGM yang lain, Prof Teuku Jacob, dalam kuliah-kuliah perdamaian, sebagaimana pernah penulis ikuti pada pertengahan tahun 2000an, menjelaskan: Sesudah perang Dunia ke II di mana dua bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, memang tidak terjadi lagi perang dunia dengan skala masif dengan melibatkan secara langsung bangsa-bangsa Eropa dan bangsa-bangsa dengan kekuatan ekonomi kuat yang tinggal di wilayah pusat ekonomi. Bangsa-bangsa pemenang perang ngeri jika perang dunia terjadi dan bom atom dijatuhkan di berbagai kota dunia.
Tetapi perang dengan skala lebih kecil namun jumlahnya banyak telah terjadi, skala masif, akumulasinya tidak kalah besar dengan sebuah perang dunia dengan pelaku langsung negara-negara penguasa ekonomi. Wilayahnya tidak di daerah pusat, tapi di wilayah-wilayah periferi atau pinggiran. Senjata yang digunakan adalah senjata yang diproduksi oleh kompleks industri militer di negara-negara ekonomi kuat.
Dampak perang tidak kalah kejamnya dibanding sebuah Perang Dunia. Itulah yang terjadi sesudah Perang Dunia II selesai.