Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Vlog Keluarga, Cara Modern Mengeksploitasi Anak Demi Keuntungan

Redaksi
×

Vlog Keluarga, Cara Modern Mengeksploitasi Anak Demi Keuntungan

Sebarkan artikel ini

Seorang siswa SMA di Seattle, Chris McCarty mengatakan orang-orang mulai berbicara lebih banyak tentang privasi, tetapi belum bicara tentang vlog keluarga yang mencari keuntungan.

BARISAN.CO – Anak-anak harus diperlakukan setara dengan rasa hormat dan bermartabat. Semua manusia dilahirkan dengan kebebasan dan hak-hak mendasar.

Hak anak mencakup hak atas kesehatan, pendidikan, kehidupan keluarga, bermain dan rekreasi, serta perlindungan dari penyalahgunaan serta bahaya yang mengancam.

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut, anak-anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun. Hal itu sama seperti disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 1 bahwa seseorang yang belum berusia 18 tahun masih termasuk anak-anak.

Setiap anak memiliki hak untuk privasi mereka. Undang-Undang harus melindungi privasi anak-anak, keluarga, rumah, komunikasi, dan reputasinya dari serangan apa pun. Hukum seharusnya melindungi privasi anak-anak di semua bidang termasuk online. Dokumentasi pribadi anak-anak tidak boleh dipublikasikan demi melindungi mereka.

Sayangnya, tak jarang orang tua lupa jika anak memiliki hak atas privasi mereka sendiri. Sehingga, banyak anak yang terekspos oleh kehendak orang tua demi konten untuk disebarkan di media sosial. Bahkan, ada juga orang tua yang mendorong anaknya untuk menjadi bintang dengan terus membuat konten dari kehidupan anak-anaknya.

AS Menggodok UU Anak Terbaru

Mengutip Geek Wire, seorang siswa SMA di Seattle, Chris McCarty mengatakan orang-orang mulai berbicara lebih banyak tentang privasi, tetapi belum bicara tentang vlog keluarga yang mencari keuntungan.

Chris adalah pelopor upaya untuk melindungi dan memberi kompensasi kepada anak-anak yang tampil dalam vlog keluarga untuk menghasilkan pendapatan. Dia mengedukasi orang-orang yang bermasalah di situs web, akun Instagram, dan menyerukan undang-undang baru.

Awalnya, Chris tercetus memikirkan ide tersebut setelah melihat vlog keluarga Youtuber Myka Stauffer, ibu dari empat orang anak yang memposting banyak video dengan jutaan penayangan tentang perjalanan keluarganya mengadopsi seorang anak laki-laki dari China. Kemudian, atas tekanan publik, Myka mengakui bahwa keluarganya tidak memenuhi kebutuhan anak itu.

Saat itu, Chris berpikir bahwa mungkin ada masalah lebih besar dari vlog keluarga itu dan mereka bisa saja bukan satu-satunya yang melakukannya.

Chris terus menggali dan menemukan vlogger keluarga yang dituduh menganiaya anak-anaknya melalui lelucon, intimidasi, dan tindakan itu didokumentasikan. Yang lain, secara terbuka membagikan perselisihan keluarga, memantik komentator untuk menimbang dan memihak. Bahkan ada juga video yang menarik perhatian pedofil.

Telah sejak lama, Chris tertarik dengan kebijakan publik. Dia menghubungi para anggota parlemen AS yang mungkin saja akan bertindak. Anggota parlemen Demokrat AS di Everett, Emily Wicks terkesan dengan kerja keras Chris. EMily menyebut tidak tahu-menahu persoalan ini sebelum berkomunikasi dengan Chris.

“Anda mulai berpikir tentang bagaimana (vlog) memengaruhi kehidupan anak dan masa depan mereka,” kata Emily.

Atas desakan itu, anggota parlemen Washington, baru-baru ini mengusulkan House Bill (HB) 2032 yang menyatakan:

“Beberapa anak difilmkan dengan detail kehidupannya yang sangat pribadi, dibagikan di internet untuk kompensasi sejak lahir. Selain kehilangan privasi yang parah, anak-anak ini tidak menerima pertimbangan untuk penggunaan dan pertukaran hak milik pribadi mereka.”

Dalam HB 2032 itu berisi persentase pendapatan saluran akan diserahkan kepada anak ketika mereka berusia 18 tahun dan ketika anak mencapai usia dewasa, individu tersebut dapat meminta perusahaan teknologi untuk menghapus semua konten dari platform tempat konten tersebut dibagikan.