Scroll untuk baca artikel
Terkini

Wakil Rektor PTIQ Jakarta Ali Nurdin Minta KPU dan Bawaslu Gelar Pemira Berbasis Al-Qur’an

Redaksi
×

Wakil Rektor PTIQ Jakarta Ali Nurdin Minta KPU dan Bawaslu Gelar Pemira Berbasis Al-Qur’an

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Institut PTIQ Jakarta Dr. Ali Nurdin MA minta kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta para anggotnya untuk melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana dan pengawas Pemilu Raya (Pemira) berbasis pada nilai-nilai Al-Qur’an. Hal tersebut  dikemukakan Ali Nurdin ketika membuka kegiatan Workshop Penguatan KPU dan Bawaslu di lingkungan Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Institut PTIQ Jakarta, Selasa (7/3/2023).

Pemira adalah suatu prosesi Pemilihan  yang digelar untuk memilih Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) secara konstitusional dan demokratis.  Mekanisme Pemilihan direncanakan dilakukan secara voting

Calon yang meraih suara terbanyak, terpilih menjadi Ketua Umum DPM ataupun Presiden BEM. Ketua Umum DPM dan Presiden BEM terpilih berhak menyusun dan menetapkan anggotanya mengacu konstitusi KBM Institut PTIQ Jakarta.

Ali Nurdin yang juga dikenal dai kondang berpendapat, pada gelaran Pemira terjadi dinamika yang tinggi. Biasanya calon Ketua Umum DPM dan calon Presiden BEM berusaha menarik simpati  para mahasiswa agar mendukung dan memilihnya.

Dalam dinamika seperti itu, menurut dosen Institut PTIQ Jakarta pada kegiatan yang dipandu Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Institut PTIQ Dr. Aas Sholichah, terkadang menimbulkan dan meningkatkan suhu politik serta polarisasi di kalangan mahasiswa.

Meski demikian, ungkap mantan Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) PTIQ tahun 1994, penyelenggaraan Pemira dan para aktivis yang terlibat di dalamnya,  harus selalu berpedoman nilai-nilai Al-Qur’an.  Yakni: memelihara ukhuwwah Qur’aniyah, menghargai perbedaan pendapat, melakukan persaingan secara sehat, dan  mengedepankan musyararah untuk mufakafat.

Terpenting menurut Doktor Ilmu Tafsir (S3) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, jangan sampai paska Pemira menimbulkan perpecahan yang menimbulkan stagnasi kepemimpinan yang akhirnya merugikan mahasiswa dan kampus.

Sementara mantan Ketua Jakarta Selatan Achmad Fachrudin yang menjadi narasumber pada kegiatan workshop menjelaskan suatu realitas dimana sebagian pejabat publik/negara  meraih posisi tinggi dan empuk berawal dan berproses dari aktivitas dan pergulatannya yang intens pada organisasi sejak mahasiswa/muda.

“Tentu berorganisasi terdapat plus-minus. Sebagai kaum milenial, mahasiswa sebaiknya berfikir dan bersikap cerdas dengan mengambil positifnya, dan membuang jauh yang negatif,” ungkap mantan anggota Bawaslu DKI tersebut. [rif]