Studi menunjukkan, ada sekitar 4 hingga 6 persen laporan pelecehan seksual terbukti palsu.
BARISAN.CO – Kasus pelecehan seksual palsu memang jarang terjadi. Apalagi, saat mendengar kasus pelecehan seksual, kita secara umum memang dituntut bersimpati kepada korban.
Namun, penelitian Home Office menunjukkan bahwa ada 4 persen dari kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke polisi Inggris ditemukan atau diduga salah. Sedangkan studi yang dilakukan di Eropa dan di AS menunjukkan tingkat laporan palsu ini antara 2 hingga 6 persen.
Ironisnya, ini terjadi di tanah air. Istri Irjen Ferdy Sambo terbukti berbohong. Putri Candrawathi tidak dilecehkan oleh Brigadir Yosua atau Brigadir J yang tewas dibunuh.
Sebelumnya, Putri membuat laporan ke polisi. Dia menyebut dilecehkan pada tanggal 8 Juli 2022.
Akibat kebohongannya itu, Brigadir Yosua harus meregang nyawa setelah pembunuhan berencana yang terjadi di Magelang. Otak pembunuhan itu tak lain adalah suaminya sendiri.
Dalam laporan itu, Putri menuding Brigadir J telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap kesopanan dan atau perbuatan memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dan atau kekerasan seksual.
Anak buah Komjen Agus Andrianto yang menggelar kasus Ferdy Sambo sama sekali tak menemukan tindak pidana pelecehan seksual yang dilaporkan oleh Putri. Itu berarti motif yang dijalankan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi adalah sebuah kebohongan belaka.
Sayangnya, topik seperti ini jarang dibahas. Padahal, konsekuensi dari laporan palsu ini dapat begitu menghancurkan kehidupan tertuduh.
Brigadir Yosua bahkan harus kehilangan nyawanya. Bahkan, setelah kepergiannya, dia harus mendapatkan hukuman lain berupa opini negatif publik.
Tuduhan pemerkosaan palsu memang jarang terjadi. Terlebih, karena kemungkinan kecil korban akan berbohong. Sehingga, orang bersikap bias terhadap tertuduh ini.
Lalu, apa yang melatarbelakangi orang seperti istri Irjen Ferdy Sambo melakukan tuduhan pelecehan seksual palsu? Melansir Quartz, penuduh palsu biasanya memiliki empat motivasi, yaitu:
- Keuntungan pribadi yang umumnya bersifat finansial. Di India, Ayushi Bathia menjadi pelaku kasus pemerkosaan palsu. Pada Desember lalu, polisi Gurugram menangkapnya. Perempuan berusia 22 tahun itu mengakui kejahatannya menuduh laki-laki dengan tuduhan penyerangan seksual palsu dan memeras uang.
- Sakit jiwa. Mereka biasanya orang dengan psikosis berat yang benar-benar percaya telah diperkosa. Namun, yang lebih umum, mereka memiliki gangguan buatan: gangguan kepribadian yang terkait dengan (dan sering disertai dengan) sindrom Munchausen, yang memaksa mereka untuk mengklaim bahwa mereka telah diserang.
- Balas dendam adalah katalis umum lainnya, baik sebagai motif tunggal, atau sebagai alasan dipilihnya korban tertentu. Berlawanan dengan kepercayaan populer, bagaimanapun, relatif sedikit penuduh seperti itu yang membalas dendam karena dicampakkan atau ditolak oleh mantan kekasih.
- Penuduh mengarang cerita sebagai alibi. Sebagian besar, mereka adalah remaja yang memiliki masalah dengan orang tua. Namun, ada juga orang dewasa, yang biasanya berusaha menutupi perselingkuhan.
Orang yang secara keliru dituduh melakukan pelanggaran seksual (baik besar atau kecil) mungkin tidak akan pernah pulih dari kerusakan serius yang dilakukan penuduh terhadap reputasi terdakwa. Anonimitas tidak diberikan kepada terdakwa, tetapi kepada pelapor.
Bahkan, meski tuduhan itu terbukti salah, orang sering memikirkan tuduhan itu di benak mereka. Itu berarti bahwa orang yang dituduh palsu akan memiliki akibat seumur hidup karena kebohongan.
Tidak peduli apa yang telah dilakukan seseorang dalam hidup mereka seharusnya tidak boleh mengajukan tuduhan palsu atas pelanggaran seksual. Sebab, ada konsekuensi lebih lanjut bagi orang yang telah dituduh tidak benar.
Kembali ke kasus Ferdy Sambo. Terbaru, Tim Khusus Mabes Polri telah menetapkan Putri Candrawathi sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Yosua pada Jumat (19/8/2022). Putri dijerat pasal pembunuhan berencana.
Satu hal yang pasti dari kisah ini adalah, kita juga harus menyadari bahwa rencana sempurna pun memiliki kemungkinan gagal. [dmr]