Lingkungan

90% Provinsi di Indonesia Belum Siap Transisi Energi

Anatasia Wahyudi
×

90% Provinsi di Indonesia Belum Siap Transisi Energi

Sebarkan artikel ini

DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi yang memperoleh skor indeks kesiapan transisi energi dengan kategori sangat tinggi yakni 84,24 poin.

BARISAN.CO – Dalam upaya memitigasi perubahan iklim, transisi energi diperlukan. Untuk ini, Indonesia perlu mengubah sumber energinya dari yang memiliki emisi karbon tinggi menuju energi terbarukan.

Tahun 2023, Indonesia telah membuat roadmap menuju energi bersih sebagai upaya mengurangi emisi batu bara yang selama ini menjadi sumber utama dalam memenuhi kebutuhan listrik.

Namun, studi CELIOS (Center of Economic and Law Studies) menemukan, 90 persen provinsi di Indonesia belum memiliki kesiapan energi. Dari studi tersebut, Papua menjadi satu-satu provinsi yang masuk kategori kesiapan transisi energi yang sangat rendah dengan skor 3,48 poin.

Sedangkan, Tolikar, Puncak Jaya, Yakuhimo dan Mamberumo Raya menjadi Kota/Kabupaten di Indonesia dengan kesiapan transisi energi paling rendah. Masing-masing kota/kabupaten ini mendapatkan skor 27,07, 33,04, 35,47 dan 36,61 poin.

Kemudian, DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi yang memperoleh skor indeks kesiapan transisi energi dengan kategori sangat tinggi yakni 84,24 poin.

Media Wahyudi Askar Direktur Kebijakan Publik CELIOS menyampaikan, kesiapan transisi energi masih jauh dari kata pemerataan. Menurut Media, ada beberapa faktor penyebab, terjadinya hal tersebut.

“Belum meratanya kesiapan daerah dalam transisi energi juga bergantung pada tingkat konsumsi per kapita, signifikansi keterlibatan perempuan, dan tingkat kerentanan iklim dan energi di tiap daerah,” jelas Media.

Aspek lain yang perlu dibahas adalah berkaitan dengan keterampilan pendukung.

Bhima Yudhistira Direktur Eksekutif CELIOS menjelaskan, belum meratanya fasilitas pendukung keterampilan membuat daerah sulit mandiri energi. Terutama, lanjut Bhima, keterampilan yang berkaitan dengan operator dan instalasi energi terbarukan baik mikro-hidro, hingga tenaga surya.

“Pemerintah dan swasta perlu mendorong lebih banyak lagi sekolah ketrampilan, sekolah vokasi, perguruan tinggi yang bisa mempersiapkan keahlian masyarakat dalam transisi energi,” terang Bhima.

Selain itu, tren ini disebut sejalan dengan postur anggaran pemerintah yang lebih besar, rendahnya tingkat korupsi, dan keberpihakan melalui kredit ketahanan energi.

“Menariknya dari temuan studi semakin tinggi kerentanan suatu daerah justru memiliki indeks kesiapan transisi energi yang lebih baik. Hal ini didasarkan pada pengalaman menghadapi kerugian finansial yang besar akibat bencana menjadi pembelajaran untuk lebih cepat melakukan transisi ke energi bersih,” tutur Media.

Ditambah, perempuan menjadi aktor rentan dalam konteks risiko kebencanaan. Perempuan terkait erat dengan sektor-sektor pekerjaan yang terdampak langsung oleh krisis iklim. Sehingga, keterlibatan perempuan dalam agenda transisi bakal memperkaya pemahaman mendalam tentang kebutuhan energi di level rumah tangga dan komunitas. [Yat]